Jumat, 02 Januari 2009

Identifikasi dan Pengukuran Gharar dalam Transaksi

Identifikasi dan Pengukuran Gharar dalam Transaksi Pertukaran
Oleh : Hendro Wibowo

I. Pendahuluan
Islam sebagai ad-din mengandung ajaran yang komprehensif dan sempurna (syumul). Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek ibadah, tetapi juga aspek muamalah, khususnya ekonomi Islam. Al-Qur’an secara tegas menyatakan kesempurnaan Islam tersebut dalam banyak ayat, antara lain: (Q.S 5:3, 6:38, 16:89).
Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek ekonomi (mua’malah, iqtishodiyah). Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak dan ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat besar. Ayat yang terpanjang dalam Al-Quran justru berisi tentang masalah perekonomian, bukan masalah ibadah (mahdhah) atau aqidah. Ayat yang terpanjang itu ialah ayat 282 dalam surah Al-Baqarah, yang menurut Ibnu Arabi ayat ini mengandung 52 hukum/masalah ekonomi).
Nabi Muhammad menyebut, ekonomi adalah pilar pembangunan dunia. Dalam berbagai hadits ia juga menyebutkan bahwa para pedagang (pebisnis) sebagai profesi terbaik, bahkan mewajibkan ummat Islam untuk menguasai perdagangan.
عليكم بالتجارة فان فيها تسعة اعشار الرزق( رواه احمد)
“Hendaklah kamu kuasai berbisnis Karena 90 % pintu rezeki ada dalam bisnis”. (H.R.Ahmad)

Sejak zaman Rasulullah SAW telah melarang semua bentuk perdagangan yang tidak pasti (uncertainty), berkaitan dengan jumlah yang tidak ditentukan secara khusus atas barang-barang yang akan ditukarkan atau dikirimkan. Bahkan disempurnakan pada zaman kejayaan Islam (bani Umayyah dan Abbasiyah) dimana kontribusi Islam adalah mengidentifikasi praktik bisnis yang telah dilakukan harus sesuai dengan Islam, selain itu mengkodifikasikan, mensistematis dan memformalisasikan praktik bisnis dan keuangan ke standar legal yang didasarkan pada hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.[1]
I. 1. Urgensi Kajian
Dasar hukum mumalah Islam menuntut semua sistem kegiatan bisnis harus berjalan secara jelas, terukur, terbuka dan adil sebisa mungkin, dalam ungkapan lain ketidakpastian harus diminimalisir sebisa mungkin dalam sistem transaksi keuangan terutama sistem keuangan modern sekarang.
Dalam paper ini dimana tulisan ini lebih menyoroti eksistensi “gharar” dan metode identifikasi dan pengukurannya dalam transaksi pertukaran dengan basis fiqh klasik. Meliputi beberapa pembahasan antara lain Bagian 2 menjelaskan tentang konsep dasar dan defenisi dari berbagai istilah yang berkaitan dengan “gharar” seperti game, zero sum-game, dan sebagainya. Bagian 3, penulis mencoba melakukan komparasi antara konsep gharar dan zero sum-game yang dikenal dalam keuangan konvensional. Bagian 4 menampilkan metode pengukuran eksistensi gharar berdasarkan panduan syariah. Bagian 5 memberikan identifikasi terhadap beberapa transaksi yang ”dicurigai” mengandung gharar. Bagian 6 memaparkan tentang aplikasi konsep zero sum-game dalam transaksi keuangan modern. Bagian 7 tentang signifikansi dari konsep zero sum-game dan bagian akhir ditutup dengan kesimpulan dan tanggapan.
Pelarangan gharar semakin relevan untuk era modern ini karena pasar keuangan modern banyak mengandung usaha memindahkan risiko (bahaya) pada pihak lain (dalam asuransi konvensional, pasar modal dan berbagai transaksi keuangan yang mengandung unsur perjudian). Dimana setiap usaha bisnis pasti memiliki risiko dan tidak dapat dihindari. Sistem inilah yang dihapus oleh Islam agar proses transaksi tetap terjaga dengan baik dan persaudaraan tetap terjalin dan tidak menimbulkan permusuhan bagi yang melalukan transaksi dalam pasar keuangan.


2. Pengertian Gharar
Gharar secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu keadaan dimana salah satu pihak mempunyai informasi memadai tentang berbagai elemen subyek dan objek akad. Dalam kitab fikih, gharar berasal dari kata Menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah al-khathar (pertaruhan) dan menghadang bahaya.[2] Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar adalah yang tidak jelas hasilnya (majhul al-‘aqibah).[3] Sedangkan menurut Al-Musyarif, al-gharar adalah al-mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidakjelasan) serta jual beli dalam bahaya, yang tidak diketahui harga, barang, keselamatannya, dan kapan memperolehnya.[4] Perihal ini masuk dalam kategori perjudian. Menurut ahli bahasanya lainnya, jual beli gharar adalah jual beli yang lahirnya menggiurkan pembeli sedangkan isinya tidak jelas. Al-Azhari menyatakan: “Termasuk dalam jual beli gharar semua jual beli tidak jelas yang mana kedua pihak berakad tidak mengetahui hakikatnya sehingga ada faktor atau pihak lain yang menjelaskannya.[5]
Sehingga, dari penjelasan ini, dapat diambil pengertian secara istilah, yang dimaksud jual beli gharar adalah, semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan atau keraguan tentang adanya komoditi yang menjadi objek akad, ketidakjelasan akibat, dan bahaya yang mengancam antara untung dan rugi; pertaruhan, atau perjudian.[6] Seperti dalam paper menurut Zaki Badawi (1998, p. 16) mengenai harga dari gharar suatu hal tidak pasti.

2.1. Dalil tentang pelarangan gharar
Jika dalam dasar hukum gharar adalah batil, dan yang dimaksudkan adalah gharar yang dilarang dan diharamkan berdasarkan beberapa rujukan hadist antara lain:
عن أبي هريرة قال : نهى رسول الله عن بيع الحصاة وعن بيع الغرار (رواه مسلم)
Dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw melarang jual beli hashah dan jual beli gharar
Menjual suatu barang dengan mengecualikan sebagiannya, kecuali yang dikecualikan itu telah diketahui keberadaannya. Misalnya jika seorang menjual kebun, maka tidak diperbolehkan baginya mengecualikan sutau pohon yang tidak diketahui karena didalamnya mengandung unsur penipuan dan ketidakjelasan yang diharamkan.[7]
عن جابر أن النبى صلى الله عليه وسلم نهى عن المحاقلة والمزابنة والثنيا إلا أن تعلم. (رواه الترميذى)
“Rasulullah SAW telah melarang jual beli muhaqalah, muzabanah dan tsunayya, kecuali jika telah diketahui” (HR At Tirmizi).

لا تبع ما ليس عندك (رواه الخمسة عن حكيم بن حزام)
“Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu” (H.R.Khamsah dari Hakim bin Hizam).

Dalam satu hadist Rasulullah SAW :

عن أبي هريرة قال : نهى رسول الله عن بيع الحصاة وعن بيع الغرار (رواه مسلم)
“Dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw melarang jual beli hashah dan jual beli gharar” (HR Muslim).

عن البن عمر رضي الله عنه أن رسول الله صلعم نهى عن بيع حبل الحبلة (رواه البخاري و مسلم)

“Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah saw telah melarang penjualan sesuatu (anak onta) yang masih dalam kandungan induknya”. (H.R.Bukhari Muslim)

2.2. Hukum-hukum Gharar
Berdasarkan hukumnya gharar terbagi menjadi tiga:[8]
Gharar yang diharamkan secara ijma ulama, yaitu gharar yang menyolok (al-gharar al-katsir) yang sebenarnya dapat dihindarkan dan tidak perlu dilakukan. Contoh jual beli ini adalah jual beli mulaamasah, munaabadzah, bai’ al-hashah, bai’ malaqih, bai’ al-madhamin, dan sejenisnya. Tidak ada perbedaan pendapat ulama tentang keharaman dan kebatilan akad seperti ini.
Gharar yang dibolehkan secara ijma ulama, yaitu gharar ringan (al-gharar al-yasir). Para ulama sepakat, jika suatu gharar sedikit maka ia tidak berpengaruh untuk membatalkan akad. Contohnya seseorang membeli rumah dengan tanahnya
Gharar yang masih diperselisihkan, apakah diikutkan pada bagian yang pertama atau kedua? Misalnya ada keinginan menjual sesuatu yang terpendam di tanah, seperti wortel, kacang tanah, bawang dan lain-lainnya. Para ulama sepakat tentang keberadaan gharar dalam jual-beli tersebut, namun masih berbeda dalam menghukuminya. Adanya perbedaan ini, disebabkan sebagian mereka diantaranya Imam Malik memandang ghararnya ringan, atau tidak mungkin dilepas darinya dengan adanya kebutuhan menjual, sehingga memperbolehkannya. Dan sebagian yang lain di antaranya Imam Syafi’i dan Abu Hanifah- memandang ghararnya besar, dan memungkinkan untuk dilepas darinya, sehingga mengharamkannya.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim merajihkan pendapat yang membolehkan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan: “Dalam permasalahan ini, madzhab Imam Malik adalah madzhab terbaik, yaitu diperbolehkan melakukan jual-beli perihal ini dan semua yang dibutuhkan, atau sedikit ghararnya ; sehingga memperbolehkan jual-beli yang tidak tampak di permukaan tanah, seperti wortel, lobak dan sebagainya”

2.3. Klasifikasi gharar
Terdapat 4 (empat) konsep dasar yang berkaitan erat dengan pembahasan gharar yaitu konsep game, zero sum-game, normal exchange (konsep pertukaran normal) dan konsep resiko.
a. Game
Yang dimaksud adalah sebuah pertukaran yang melibatkan dua pihak untuk tujuan tertentu yang dalam terminologi fiqh lebih dikenal dengan mu’awadhah bi qashd al-ribh ( ).
b. Zero Sum Game
seperti susunan katanya, ”permainan dengan hasil bersih nol” adalah konsep permainan yang hanya menghasilkan output win-lose (menang-kalah). Kemenangan yang diperoleh satu pihak adalah secara terbalik kerugian bagi pihak lain. Hasil yang diperoleh satu pihak tidak akan naik tanpa mengurangi hasil pihak lain. Dalam ungkapan Friedman (1990, h. 20-21) bahwa zero sum-game adalah permainan dengan hasil pareto optimal. Tidak ada hasil yang mengakomodasi kedua belah pihak, tidak ada kerjasama. Disinilah terletak adanya unsur gharar sifat dari kontrak berjangka yang zero-sum game (pasti ada yang untung disebabkan pasti ada yang rugi)[9] juga mendukung transaksi ini lebih mendekatkan transaksi menjadi maysir ketika transaksi pertukaran dari kontrak tersebut sangat berubah-ubah (volatile) pertukarannya dan sulit untuk ditebak pergerakannya (khususnya pada kontrak berjangka valuta asing). Keuntungan dan kerugian yang bahkan bisa tidak terbatas jumlahnya membuat kontrak ini bisa berubah menjadi sekedar a game of chance (perjudian) yang jelas mendorong prilaku spekulatif. Disamping itu terlihat juga bahwa memakan uang dari pihak lain mengimplikasikan ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban setiap pihak.

c. Normal Exchange
Pertukaran barang dan jasa, akan mendapatkan keuntungan dan kepuasaan bagi kedua belah pihak. Dalam teori ekonomi mikro lebih dikenal dengan istilah utility dan profit maximis. Hal ini dapat dicapai jika marginal utility (kepuasaan maksimum) yang dirasakan konsumen lebih besar dibandingkan harga barang yang dibeli dan biaya marginal kurang dari harga barang yang dijual.
Berdasarkan asumsi diatas, jelas bahwa tujuan konsumen rasional dari kegiatan konsumsinya adalah memaksimumkan kepuasaan materiil saja. Berarti seorang konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa sehingga memperoleh kepuasaan selalu menggunakan kerangka rasionalitas (bersifat duniawi).[10] Dan dari pandangan lain utiliti ekonomi bukanlah suatu sifat yang selalu muncul dari asal barang dikonsumsi, tetapi barang tersebut benar-benar diperlukan dan digunakan serta dapat bermanfaat.[11]
Dimana menurut islam pertukaran barang dan jasa dapat terjadi dalam teori konsumsi tujuannya adalah untuk memperoleh maslahah terbesar, sehingga ia dapat mencapai kemenangan dunia dan akhirat serta kesejahteraan jadi tidak hanya kepuasaan materiil saja. Dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemasalahatan, Imam Al-Ghazali mengelompokkan dan mengidentifikasikan semua masalah baik yang berupa masalih (utilitas, manfaat) maupun mafasid (disutilitis, kerusakan) dalam meningkatkan kesejahteraan.[12] Jadi utilitas individu dalam islam sangat tergantung pada utility individu lainnya (interpendent utility) sehingga dapat terbentuk kemaslahatan.
d. Risk Concept
Para ilmuwan ekonomi membedakan istilah ketidakpastian dan risiko. Menurut Knight (1921) risiko menguraikan situasi dimana kemungkinan dari suatu peristiwa (kejadian) dapat diukur.
Karenanya, risiko ini dapat diperkirakan setidaknya secara teoritis. Sementara itu dalam paper Al Suwailem (1999-2000) menggunakan kata risiko untuk segala sesuatu yang tejadi secara tidak pasti di masa depan. Ia membaginya dalam 2 kategori, yaitu:[13]
a. Pasive risk, yaitu risiko yang terjadi di mana benar-benar tidak terdapat perkiraan dan perhitungan yang dapat dipakai. Jadi, hal ini benar-benar suatu teka-teki yang sama sekali tidak diketahui jawabannya. Perkiraan atas risiko ini hanya mengandalkan keberuntungan (game of chance), karenanya seseorang hanya dapat bersifat pasif.
b. Responsive risk, yaitu risiko yang munculnya memiliki penjelasan kausalitas dan memiliki distribusi probabilitas. Risiko jenis ini, karenanya dapat diperkirakan dengan menggunakan cara-cara tertentu. Memperkirakan risiko responsive ini sering disebut pula game of skill, karena perkiraanya didasarkan atas skill tertentu.
Dalam Islam Risiko dalam sistem profit-share (bagi hasil) kontrak Mudharabah dan Musyarakah, tidak terdapat suatu fixed and certain return sebagaimana bunga, tetapi dilakukan loss and profit sharing berdasarkan produktifitas nyata dari dana tersebut.[14] Meskipun nisbah bagi hasil disepakati pada saat awal, tetapi perolehan riil dari bagi hasil ini baru diketahui setelah dana benar-benar menghasilkan. Jadi, hal yang bersifat pasti dari sistem ini adalah nisbah bagi hasilnya, bukan nilai riil bagi hasilnya. Terdapat kemungkinan fluktuasi dalam bagi hasil yang nyata, tergantung pada produktifitas nyata dari pemanfaatan dana.[15]
Berkaitan dengan risiko, dimana risiko responsif, yang memungkinkan adanya distribusi probabilitas hasil keluaran dengan hubungan kausalitas yang logis. Hal ini biasa diasosiasikan dengan game of skill. Hubungan antara game of chance dengan game of skill, menunjukkan hubungan suatu transaksi investasi itu halal atau haram (dibolehkan atau dilarang).[16] Secara ringkas dapat disimpulkan dalam tabel sbb :

Tergantung pada hasil
Tidak tergantung pada hasil
Dengan adanya upaya (game of skill)
Dilarang/Unlaw full (Q.S Al-maidah : 90
Diperbolehkan/ Lawfull
Tanpa adanya upaya (game of chance)
Dilarang/Unlaw full (Q.S Al-maidah : 90
Diperbolehkan/ Lawfull
[1] Abbas Mirakhor dan Zamir Iqbal, Pengantar Manajemen Keuangan Islam dari Teori ke Praktik, edisi terjemahahan. Jakarta: Kencana, 2008.
[2] Lihat Al-Mu’jam Al-Wasith, hal. 648
[3] Majmu Fatawa, 29/22
[4] Al-‘Assal, Ahmad Muhammad & Abdul Karim, Fathi Ahmad. Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam. Terjemahan. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999.
[5] Ash-Shawi, Muhammad Shalah Muhammad. Problematika Investasi pada bank Islam solusi ekonomi; penerjemah: Rafiqah Ahmad, Alimin. Jakarta: Migunani, 2008. lihat juga: al-jauhariy, ash-shahih, 23:786.
[6] idem
[7] Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, Minhajul Muslim, Konsep Hidup Ideal dalam Islam, Darul Haq, hal 459
[8] ibid Ash-Shawi, Muhammad Shalah Muhammad hal 289.
[9] Yasni, Gunawan. Kritik Syariah terhadap Transaksi Murabahah Commodity Bank-bank Asing. Mgyasni.niriah.com
[10] Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2004. hal 193
[11] al-Jamal, Muhammad Abdul Mun’im. Ensiklopedi Ekonomi Islam. Terjemahan. Selangor Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, 1997. hal 555.
[12] Adiwarman, Karim. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. hal 62
[13]Priyonggo & Yudho. Risk and Return Analysis of Investment on Islamic Banking: The Application of VaR and RAROC Methods on Bank Syariah Mandiri. Kolokium SBM ITB, Oktober 2008.
[14] Muhammad. Kontruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2005.
[15] M. B. Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, cet. I (Yogyakarta: EKONOSIA, Oktober 2003), hal. 250
[16] Muhammad. Dasar-dasar Keuangan Islam. Cet pertama. Yogyakarta: Ekonisia FE UII, 2004. hal 107.

Riba dan Jawaban Pelarangan

ALASAN PEMBENARAN PENGAMBILAN RIBA DAN JAWABANNYA

1. Dalam keadaan darurat, bunga halal hukumnya.
Jawaban:
Harus jelas pengertian darurat
Imam Syututi: darurat adalah suatu keadaan emergency dimana jika seseorang tidak melakukan sesuatu tindakan dengan cepat, akan membawanya ke jurang kehancuran dan kematian (al-Asybah wa an Nadzoir, h.85)
Dispensasi darurat harus sesuai dengan kaidah ushul fiqih “Darurat itu harus dibatasi sesuai dengan kadarnya” (Adh-Dhorurot tuqoddaru bi qodariha)
Darurat ada masa berlakunya dan batasan ukuran dan kadarnya
Riba (bunga) dalam kondisi sekarang sudah tidak darurat lagi, kecuali dalam beberapa hal seperti yang dijelaskan dalam fatwa MUI

2. Hanya bunga yang berlipat ganda saja yang dilarang, sedangkan suku bunga yang “wajar” dan tidak menzalimi, diperkenankan. Berlandaskan surat Ali Imran ayat 30
Jawaban:
Kriteria berlipat ganda dalam ayat ini harus dipahami sebagai “hal” atau sifat dari riba pada masa itu, bukan merupakan syarat.
Dr. Abdullah Draz, menepis hal itu. karena dho’f (berlipat ganda biasanya 2 x lipat), sedangkan bentuk adh’af (bentuk jamak/3 atau lebih) sehingga menjadi 3X2=6 kali lipat. Dengan demikian, kalau berlipat ganda itu dijadikan syarat maka sesuai dengan konsekwensi bahasa, minimum harus 6 kali atau bunga 600%. secara operasional dan nalar sehat, angka itu mustahil terjadi dalam proses perbankan maupun simpan pinjam.
Ayat tersebut merupakan tahapan turun ayat riba; yaitu ar Rum 39, an-nisa 160-161, ali imron 130, al-baqarah 278-279.
Dr. Sami Hasan Hamoud dalam bukunya “Fawathir al-A’maali Al-Mashrafiyah bimaa yattafiqu wasy-syariah al-Islamiyah” menjelaskan bahwa ayat itu berkenaan dengan pinjam meminjam barang bergerak yang dilakukan bangsa arab. Mereka biasa meminjamkan ternak berumur 2 tahun (bint makhod) dan meminta kembalian berumur 3 tahun (bint laun). Kalau meminjamkan bit laboun, meminta kembalian haqqoh (berumur 4 tahun).
Surat ali Imron ayat 130 diturunkan pada than ke-3 H. Ayat ini harus dipahami bersama Surat al-Baqarah ayat 278-279 yang turn pada tahun ke-9 H. Para ulama menegaskan bahwa pada ayat terakhir tersebut merupakan “ayat sapu jagad” untuk segala bentuk ukuran, kadar, dan jenis riba.

3. Bank, sebagai lembaga, tidak masuk dalam kategori mukallaf. dengan demikian, tidak terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba. Sebab, ketika ayat riba turun dan disampaikan di jazirah arb, belum ada bank atau lembaga keuangan, yang ada hanyalah individu/perorangan. Dengan demikian bank tidak terkena hukum taklif karena pada zaman nabi hidup belum ada bank.
Jawaban:
Tidak benar bahwa pada zaman pra-Nabi tidak ada “badan hukum” sama sekali. sejarah Romawi, Persia, Persia, dan Yunani menunjukkan ribuan lembaga keuangan yang mendapat penegsahan dari pihak penguasa. Dengan kata lain perseroan mereka telah masuk ke lembaran negara.
Dalam tradisi hukum, perseroan atau badan hukum sering disebut sebagai juridical personality atau syakhsiyyah Hukmiyyah. Secara hukum adalah sah dan dapat mewakili individu-individu secara keseluruhan.
Dilihat dari segi mudharat dan manfaat, perusahaan dapat melakukan mudharat jauh lebih besar dari perorangan. Pengedar narkoba secara perorangan lebih kecil dampaknya dibanding dengan organisasi mafia pengedar narkoba. Karena lembaga/badan melakukan fi’il mukallaf, maka dia seperti mukallaf

4. Di antara alasan yang dikemukakan untuk pembenar pengambilan bunga adalah alasan abstinence, bahwa ketika kreditor manahan diri (abstinence), ia menangguhkan keinginannnya memanfaatkan uangnya sendiri semata-mata untuk memenuhi keinginan orang lain. Ia meminjamkan modal yang semestinya dapat mendatangkan keuntungan bagi dirinya. oleh karena itu wajar dia mendapatkan bayaran sewa atas uang yang dipinjamkannya.
Jawaban:
Kenyataannya, kreditor hanya akan meminjamkan uang yang tidak ia gunakan sendiri. Kreditor hanya akan meminjamkan uang berlebih dari yang ia perlukan. Dengan demikian kreditor sebenarnya tidak menahan diri atas apapun.
Tidak ada standar yang dapat digunakan untuk mengukur unsur penundaan konsumsi dari teori bunga abstinence.
Dalam tinjauan syariah “unsur penundaan konsumsi” atau penundaan invesatasi tidak dapat dijadikan illat dalam penetapan hukum. Para ulama merumuskan:
من شروط العلة ان تكون وصفا ظاهرا منضبطا
“salah satu syarat illat hukum (argumentasi hukum) adalah sifat yang jelas, zahir, tetap/konsisten”
Feeling seseorang yang menunggu dan melakukan tindakan abstinence itu sangat berbeda-beda.

5. Mereka beralasan bahwa ketika meminjamkan uang, sebenarnya mereka sedang menyewakan uang, jadi riba (bunga) diperbolehkan seperti halnya menyewakan barang dalam bentuk uang.
Jawaban:
sewa hanya dikenakan terhadap barang-barang seperti rumah, perabotan, alat transportasi dan lain sebagainya, yang bila digunakan akan habis, rusak, dankehilangan sebagain dari nilainya.
Biaya sewa layak dibayarkan terhadap barang yang surut, rusak dan memerlukan baiya perawatan. adapun uang tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori tersebut
Dalam disiplin ilmu ekonomi barat, kita seringkali mendapatkan rumus yang mendapatkan posisi rent, wage, dan interest
{(r)K; (w)L; (i)M}
(r)K berarti rent untuk Kapital
(w)L berarti wage untuk Labour
(i)M berarti interest untuk Money

6. Sebagian orang ada yang mengharamkan bunga pada pinjaman konsumtif, sedangkan pada pinjaman produktif maka mengambil bunga (riba) adalah halal dan diperbolehkan.
Jawaban:
Jika dalam menjalankan bisnisnya peminjam mengalami kerugian, dasar apa yang dapat membenarkan kreditor menarik keuntungan tetap secara bulanan atau tahunan dari peminjam?
Jika si pemeberi pinjaman (kerditor) disuruh melakukan bisnisnya sendiri, apakah pasti ia mendapat keuntungan?
Kreditor bisa saja menginvestisaiskan odalnya pada usaha-usaha yang baik agar ia menuai keuntungan. bila itu yang menjadi tujuan, cara yang wajar dan praktis baginya adalah dengan kerjasama usaha dan berbagi keuntungan (mudhorobah), bukan meminjamkan modal dengan menarik bunga tanpa menghhiraukan apa yang terjadi di sektor riil.
Seandainya ia ingin membantu untuk tujuan kemanusiaan, hukum yang berlaku adalah qardhul hasan atau pinjaman kebaikan.
من ذاالذي يقرض الله قرضا حسنا فيضاعفه له و له أجر كريم
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada allah pijaman yang baik maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak” (al-haid: 11)

7. Sebagian orang beranggapan bahwa dengan meminjamkan uangnya berarti kreditor menunggu atau menahan diri dari menggunakan modal sendiri dalm memenuhi keinginannya. Hal itu serupa dengan memberikan waktu kepada si peminjam. Dengan waktu itulah orang yang berutang memilki kesempatan menggunkan modal pinjamannya untuk memperoleh keuntungan. Dengan demikian, waktu mempunyai harga yang meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Hal itu dijadikan alasan para kreditor berhak menikmati sebagian keuntungan peminjam. Besar kecilnya keuntungan dikaitkan dengan besar kecilnya waktu. Pandangan ini disebut dengan OPOORTUNIT COST (Biaya kesempatan).
Jawaban:
Bagaimana mungkin kerditor memastikan keuntungan peminjam dan bukan kerugian atas investasi modalnya?
Atas dasar apa kreditor berkeyakinan bahwa peminjam akan selalu memperoleh keuntungan secara tetap, sehingga ia berhak ikut memperoleh keuntungan
Tidak benar jika ada anggapan bahwa jika dana diusahakan secaar syariah berarti opportunity itu akan hilang sama sekali. seluruh akad bisnis syariah memebrikan peluang kepada kedua belah pihak untuk memetik keuntungan yang adil dan proporsional.

8. Teori kemutlakan produktivitas modal. Para ahli ekonomi berpendapat bahwa modal adalah produktif dengan sendirinya. Modal dianggap mempunyai daya untuk menghasilkan barang lebih banyak daripada yang dihasilkan tanpa modal. dengan demikian, pemberi pinjaman layak untuk mendapatkan imabalan bunga..
Jawaban:
Modal bukan sendirinya menjadi produktif. Modal bisa menjadi produktif apabila digunakan seseorang untuk bisnis yang mendatangkan keuntungan. Bila untuk konsumsi, modal sama sekali tidak produktif.
Bila modal digunakan untuk produksi pun, tidak selalu menghasilkan nilai tambah. Dalam keadaan ekonomi yang merosot, penanam modal sering menipiskan keuntungan, bahkan bisa menjadi kerugian.
Bila modal dianggap memiliki produktifitas, sebenarnya produktivitas tersebut bergantung kepad faktor lain, seperti riset, marketing, keuangan,kemampuan, visi dan pengalaman. Belum lagi kondsi ekonomi, sosial dan poitik.
Meskipun modal memiliki potensi produktivitas, akan tetapi tidak ada cara untuk mengetahui secara tepat dan pasti nilai potensi keuntungan yang adil, baik pada saat stabil maupun krisis.

9. Teori Nilai Uang pada masa mendatang lebih rendah dibanding masa sekarang. Beberapa hli ekonomi berpendapat bahwa manusia pada dasarnya lebih mengutamakan kehendaknya sekarang dibanding kehendaknya di masa datang. sehingga mereka membolehkan bunga karena menurunnya nilai barang di waktu mendatang dibanding dengan nilai barang di waktu kini. Boehm Bawerk, pendukung utama pendapat ini , menyebut tiga alasan mengapa nilai barang di waktu yang mendatang akan berkurang; yaitu sebagai berikut:
keuntungan di masa yang akan datang diragukan. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakpastian peristiwa serta kehidupan manusia yang akan datang, sednagkan keuntungan masa kini sangat jelas dan pasti.
Kepuasan terhadap kehendak atau keinginan masa kini lebih bernilai bagi manusia daripada kepuasan mereka pada waktu yanga kan datang. Pada masa yang kan datang, mungkin saja seseorang tidak mempunyai kehendak semacam sekarang.
Kenyatataannya, barang-barang pada waktu kini lebih penting dan berguna. dengan demikian, barang-barang tersebut memunyai nilai lebih tinggi dibanding dengan barang-barang pada waktu yang akan datang.
Jawaban:
Tidak selalu benar anggapan bahwa kehendak masa kini lebih penting dan berharga daripada keinginan pada masa depan. sebab banyak orang tidak mmbelanjakan seluruh pendapatannya sekarang, tetapi menyimpannya untuk keperluan pada masa yang akan datang
Teori ini menyebut bahwa Rp 100 juta hari ini adalah sama dengan Rp. 125 juta tahun mendatang. selisih sebesar Rp 25 juta merupakan bunga. Dalam contoh ini ada yang salah yaitu kemutlakan, kepastian. Tidak boleh ada yang pasti.
Islam sangat menghargai waktu, tetapi penghargaannya tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu. Karena hasil nyata dari optimaslisasi waktu itu variable, bergantung pada jenis usaha, sektor industri, lama usaha, keadaan pasar, stabilitas politik dll.

10. Teori Inflasi. Inflasi secara umum sering dipahami sebagai meningkatnya harga barang secara keseluruhan. Dengan demikian, terjadi penurunan daya beli uang atau decrasing purchasing power of money. Oleh karena itu,menurut penganut paham ini, pengambil bungan uang sangatlah logis sebagai kompensasi penurunan daya beli uang selama dipinjamkan.
Jawaban;
Situasi ekonomi tidak selama terjadi inflasi. Bisa jadi kondisi stabil
Islam telah menyediakan skim muamalah yang sesuai dengan syariat dalam menghadapi inflasi secara komprehensif. Bukan hanya keuntungan sebagai antisipasi dari menurunnya nilai uang akibat inflasi. tetapi juga mencegah terjadinya inflasi itu sendiri karena pembiayaan dalam bank syariah hanya untuk sektor riil yang akan menggiatkan roda ekonomi.
Pembungaan itu sendiri akan menimbulkan dan melhairkan inflasi itu sendiri. Jadi bunga saja sudah memberi andil terciptnya inflasi, selain faktor lain.

Riba dan Jawaban Pelarangan

ALASAN PEMBENARAN PENGAMBILAN RIBA DAN JAWABANNYA

1. Dalam keadaan darurat, bunga halal hukumnya.
Jawaban:
Harus jelas pengertian darurat
Imam Syututi: darurat adalah suatu keadaan emergency dimana jika seseorang tidak melakukan sesuatu tindakan dengan cepat, akan membawanya ke jurang kehancuran dan kematian (al-Asybah wa an Nadzoir, h.85)
Dispensasi darurat harus sesuai dengan kaidah ushul fiqih “Darurat itu harus dibatasi sesuai dengan kadarnya” (Adh-Dhorurot tuqoddaru bi qodariha)
Darurat ada masa berlakunya dan batasan ukuran dan kadarnya
Riba (bunga) dalam kondisi sekarang sudah tidak darurat lagi, kecuali dalam beberapa hal seperti yang dijelaskan dalam fatwa MUI

2. Hanya bunga yang berlipat ganda saja yang dilarang, sedangkan suku bunga yang “wajar” dan tidak menzalimi, diperkenankan. Berlandaskan surat Ali Imran ayat 30
Jawaban:
Kriteria berlipat ganda dalam ayat ini harus dipahami sebagai “hal” atau sifat dari riba pada masa itu, bukan merupakan syarat.
Dr. Abdullah Draz, menepis hal itu. karena dho’f (berlipat ganda biasanya 2 x lipat), sedangkan bentuk adh’af (bentuk jamak/3 atau lebih) sehingga menjadi 3X2=6 kali lipat. Dengan demikian, kalau berlipat ganda itu dijadikan syarat maka sesuai dengan konsekwensi bahasa, minimum harus 6 kali atau bunga 600%. secara operasional dan nalar sehat, angka itu mustahil terjadi dalam proses perbankan maupun simpan pinjam.
Ayat tersebut merupakan tahapan turun ayat riba; yaitu ar Rum 39, an-nisa 160-161, ali imron 130, al-baqarah 278-279.
Dr. Sami Hasan Hamoud dalam bukunya “Fawathir al-A’maali Al-Mashrafiyah bimaa yattafiqu wasy-syariah al-Islamiyah” menjelaskan bahwa ayat itu berkenaan dengan pinjam meminjam barang bergerak yang dilakukan bangsa arab. Mereka biasa meminjamkan ternak berumur 2 tahun (bint makhod) dan meminta kembalian berumur 3 tahun (bint laun). Kalau meminjamkan bit laboun, meminta kembalian haqqoh (berumur 4 tahun).
Surat ali Imron ayat 130 diturunkan pada than ke-3 H. Ayat ini harus dipahami bersama Surat al-Baqarah ayat 278-279 yang turn pada tahun ke-9 H. Para ulama menegaskan bahwa pada ayat terakhir tersebut merupakan “ayat sapu jagad” untuk segala bentuk ukuran, kadar, dan jenis riba.

3. Bank, sebagai lembaga, tidak masuk dalam kategori mukallaf. dengan demikian, tidak terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba. Sebab, ketika ayat riba turun dan disampaikan di jazirah arb, belum ada bank atau lembaga keuangan, yang ada hanyalah individu/perorangan. Dengan demikian bank tidak terkena hukum taklif karena pada zaman nabi hidup belum ada bank.
Jawaban:
Tidak benar bahwa pada zaman pra-Nabi tidak ada “badan hukum” sama sekali. sejarah Romawi, Persia, Persia, dan Yunani menunjukkan ribuan lembaga keuangan yang mendapat penegsahan dari pihak penguasa. Dengan kata lain perseroan mereka telah masuk ke lembaran negara.
Dalam tradisi hukum, perseroan atau badan hukum sering disebut sebagai juridical personality atau syakhsiyyah Hukmiyyah. Secara hukum adalah sah dan dapat mewakili individu-individu secara keseluruhan.
Dilihat dari segi mudharat dan manfaat, perusahaan dapat melakukan mudharat jauh lebih besar dari perorangan. Pengedar narkoba secara perorangan lebih kecil dampaknya dibanding dengan organisasi mafia pengedar narkoba. Karena lembaga/badan melakukan fi’il mukallaf, maka dia seperti mukallaf

4. Di antara alasan yang dikemukakan untuk pembenar pengambilan bunga adalah alasan abstinence, bahwa ketika kreditor manahan diri (abstinence), ia menangguhkan keinginannnya memanfaatkan uangnya sendiri semata-mata untuk memenuhi keinginan orang lain. Ia meminjamkan modal yang semestinya dapat mendatangkan keuntungan bagi dirinya. oleh karena itu wajar dia mendapatkan bayaran sewa atas uang yang dipinjamkannya.
Jawaban:
Kenyataannya, kreditor hanya akan meminjamkan uang yang tidak ia gunakan sendiri. Kreditor hanya akan meminjamkan uang berlebih dari yang ia perlukan. Dengan demikian kreditor sebenarnya tidak menahan diri atas apapun.
Tidak ada standar yang dapat digunakan untuk mengukur unsur penundaan konsumsi dari teori bunga abstinence.
Dalam tinjauan syariah “unsur penundaan konsumsi” atau penundaan invesatasi tidak dapat dijadikan illat dalam penetapan hukum. Para ulama merumuskan:
من شروط العلة ان تكون وصفا ظاهرا منضبطا
“salah satu syarat illat hukum (argumentasi hukum) adalah sifat yang jelas, zahir, tetap/konsisten”
Feeling seseorang yang menunggu dan melakukan tindakan abstinence itu sangat berbeda-beda.

5. Mereka beralasan bahwa ketika meminjamkan uang, sebenarnya mereka sedang menyewakan uang, jadi riba (bunga) diperbolehkan seperti halnya menyewakan barang dalam bentuk uang.
Jawaban:
sewa hanya dikenakan terhadap barang-barang seperti rumah, perabotan, alat transportasi dan lain sebagainya, yang bila digunakan akan habis, rusak, dankehilangan sebagain dari nilainya.
Biaya sewa layak dibayarkan terhadap barang yang surut, rusak dan memerlukan baiya perawatan. adapun uang tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori tersebut
Dalam disiplin ilmu ekonomi barat, kita seringkali mendapatkan rumus yang mendapatkan posisi rent, wage, dan interest
{(r)K; (w)L; (i)M}
(r)K berarti rent untuk Kapital
(w)L berarti wage untuk Labour
(i)M berarti interest untuk Money

6. Sebagian orang ada yang mengharamkan bunga pada pinjaman konsumtif, sedangkan pada pinjaman produktif maka mengambil bunga (riba) adalah halal dan diperbolehkan.
Jawaban:
Jika dalam menjalankan bisnisnya peminjam mengalami kerugian, dasar apa yang dapat membenarkan kreditor menarik keuntungan tetap secara bulanan atau tahunan dari peminjam?
Jika si pemeberi pinjaman (kerditor) disuruh melakukan bisnisnya sendiri, apakah pasti ia mendapat keuntungan?
Kreditor bisa saja menginvestisaiskan odalnya pada usaha-usaha yang baik agar ia menuai keuntungan. bila itu yang menjadi tujuan, cara yang wajar dan praktis baginya adalah dengan kerjasama usaha dan berbagi keuntungan (mudhorobah), bukan meminjamkan modal dengan menarik bunga tanpa menghhiraukan apa yang terjadi di sektor riil.
Seandainya ia ingin membantu untuk tujuan kemanusiaan, hukum yang berlaku adalah qardhul hasan atau pinjaman kebaikan.
من ذاالذي يقرض الله قرضا حسنا فيضاعفه له و له أجر كريم
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada allah pijaman yang baik maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak” (al-haid: 11)

7. Sebagian orang beranggapan bahwa dengan meminjamkan uangnya berarti kreditor menunggu atau menahan diri dari menggunakan modal sendiri dalm memenuhi keinginannya. Hal itu serupa dengan memberikan waktu kepada si peminjam. Dengan waktu itulah orang yang berutang memilki kesempatan menggunkan modal pinjamannya untuk memperoleh keuntungan. Dengan demikian, waktu mempunyai harga yang meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Hal itu dijadikan alasan para kreditor berhak menikmati sebagian keuntungan peminjam. Besar kecilnya keuntungan dikaitkan dengan besar kecilnya waktu. Pandangan ini disebut dengan OPOORTUNIT COST (Biaya kesempatan).
Jawaban:
Bagaimana mungkin kerditor memastikan keuntungan peminjam dan bukan kerugian atas investasi modalnya?
Atas dasar apa kreditor berkeyakinan bahwa peminjam akan selalu memperoleh keuntungan secara tetap, sehingga ia berhak ikut memperoleh keuntungan
Tidak benar jika ada anggapan bahwa jika dana diusahakan secaar syariah berarti opportunity itu akan hilang sama sekali. seluruh akad bisnis syariah memebrikan peluang kepada kedua belah pihak untuk memetik keuntungan yang adil dan proporsional.

8. Teori kemutlakan produktivitas modal. Para ahli ekonomi berpendapat bahwa modal adalah produktif dengan sendirinya. Modal dianggap mempunyai daya untuk menghasilkan barang lebih banyak daripada yang dihasilkan tanpa modal. dengan demikian, pemberi pinjaman layak untuk mendapatkan imabalan bunga..
Jawaban:
Modal bukan sendirinya menjadi produktif. Modal bisa menjadi produktif apabila digunakan seseorang untuk bisnis yang mendatangkan keuntungan. Bila untuk konsumsi, modal sama sekali tidak produktif.
Bila modal digunakan untuk produksi pun, tidak selalu menghasilkan nilai tambah. Dalam keadaan ekonomi yang merosot, penanam modal sering menipiskan keuntungan, bahkan bisa menjadi kerugian.
Bila modal dianggap memiliki produktifitas, sebenarnya produktivitas tersebut bergantung kepad faktor lain, seperti riset, marketing, keuangan,kemampuan, visi dan pengalaman. Belum lagi kondsi ekonomi, sosial dan poitik.
Meskipun modal memiliki potensi produktivitas, akan tetapi tidak ada cara untuk mengetahui secara tepat dan pasti nilai potensi keuntungan yang adil, baik pada saat stabil maupun krisis.

9. Teori Nilai Uang pada masa mendatang lebih rendah dibanding masa sekarang. Beberapa hli ekonomi berpendapat bahwa manusia pada dasarnya lebih mengutamakan kehendaknya sekarang dibanding kehendaknya di masa datang. sehingga mereka membolehkan bunga karena menurunnya nilai barang di waktu mendatang dibanding dengan nilai barang di waktu kini. Boehm Bawerk, pendukung utama pendapat ini , menyebut tiga alasan mengapa nilai barang di waktu yang mendatang akan berkurang; yaitu sebagai berikut:
keuntungan di masa yang akan datang diragukan. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakpastian peristiwa serta kehidupan manusia yang akan datang, sednagkan keuntungan masa kini sangat jelas dan pasti.
Kepuasan terhadap kehendak atau keinginan masa kini lebih bernilai bagi manusia daripada kepuasan mereka pada waktu yanga kan datang. Pada masa yang kan datang, mungkin saja seseorang tidak mempunyai kehendak semacam sekarang.
Kenyatataannya, barang-barang pada waktu kini lebih penting dan berguna. dengan demikian, barang-barang tersebut memunyai nilai lebih tinggi dibanding dengan barang-barang pada waktu yang akan datang.
Jawaban:
Tidak selalu benar anggapan bahwa kehendak masa kini lebih penting dan berharga daripada keinginan pada masa depan. sebab banyak orang tidak mmbelanjakan seluruh pendapatannya sekarang, tetapi menyimpannya untuk keperluan pada masa yang akan datang
Teori ini menyebut bahwa Rp 100 juta hari ini adalah sama dengan Rp. 125 juta tahun mendatang. selisih sebesar Rp 25 juta merupakan bunga. Dalam contoh ini ada yang salah yaitu kemutlakan, kepastian. Tidak boleh ada yang pasti.
Islam sangat menghargai waktu, tetapi penghargaannya tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu. Karena hasil nyata dari optimaslisasi waktu itu variable, bergantung pada jenis usaha, sektor industri, lama usaha, keadaan pasar, stabilitas politik dll.

10. Teori Inflasi. Inflasi secara umum sering dipahami sebagai meningkatnya harga barang secara keseluruhan. Dengan demikian, terjadi penurunan daya beli uang atau decrasing purchasing power of money. Oleh karena itu,menurut penganut paham ini, pengambil bungan uang sangatlah logis sebagai kompensasi penurunan daya beli uang selama dipinjamkan.
Jawaban;
Situasi ekonomi tidak selama terjadi inflasi. Bisa jadi kondisi stabil
Islam telah menyediakan skim muamalah yang sesuai dengan syariat dalam menghadapi inflasi secara komprehensif. Bukan hanya keuntungan sebagai antisipasi dari menurunnya nilai uang akibat inflasi. tetapi juga mencegah terjadinya inflasi itu sendiri karena pembiayaan dalam bank syariah hanya untuk sektor riil yang akan menggiatkan roda ekonomi.
Pembungaan itu sendiri akan menimbulkan dan melhairkan inflasi itu sendiri. Jadi bunga saja sudah memberi andil terciptnya inflasi, selain faktor lain.

Kamis, 01 Januari 2009

Muharram Momentum Hijrah untuk Kebangkitan Ekonomi

Dzulhiijah dan Muharram
Momentum Kebangkitan Ekonomi Islam

Oleh: Hendro Wibowo
Mahasiswa Pascasarjana Univ. Paramadina & Dosen STE SEBI Jakarta

Pelaksanaan ibadah haji dan idul adha (hari raya qurban) yang diselenggarakan pada bulan dzulhijjah merupakan momentum paling penting dikarenakan sebagai wasilah untuk menuju hablumminallah (hubungan kepada Allah) yang merupakan hubungan vertikal antara manusia dengan sang Khalik maha pencipta dan ini salah satu kewajiban manusia untuk menjalankan ibadah dalam penyempurnaan sebagai umat Islam dan kita dituntut untuk bersungguh-sungguh menegakkan tauhidullah di hati Anda dan ikhlas beribadah kepada Allah semata serta bertaubat kepada-Nya dengan tulus dari beragan dosa dan kemaksiatan. dan sebagai syaratnya adalah boleh dikerjakan apabila dalam keadaan mampu, arti disini mampu bukan hanya secara materi yaitu memiliki dan sanggup dalam biaya perjalanan haji dan bekal selama pelaksanaan haji melainkan juga mampu dalam segi fisik (jasadiyah) dan ruhiyah (spiritual). Sebagaimana yang telah dilakukan nabi Ibrahim a.s sebagai suatu contoh dalam mengimplementasikan ketakwaan hamba manusia terhadap sang kholik.
Persiapan secara materi dalam pelaksanaan haji dan idul qurban perlu benar-benar dipersiapkan secara matang, dalam hal ini ibadah haji jika kita kaitkan dengan biaya perjalanan haji, dimana Menteri Agama (Menag) M. Maftuh Basyuni mengumumkan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1429 H/2008 per embarkasi yang diberlakukan pada tahun ini rata-rata mengalami kenaikan antara Rp 4,5 juta hingga Rp5 juta. (komponen biaya ini sudah termasuk biaya penerbangan, living cost dan biaya operasional). Dari penyelenggaraan ibadah Haji terdapat perputaran dana yang sangat besar. Dengan kuota haji untuk Indonesia sebesar 205 ribu orang, jika ongkos haji tahun 2008 dengan kenaikan sebesar Rp 5 juta, paling tidak satu orang harus membayar kurang lebih sekitar 30 juta, jadi untuk pembayaran peserta haji saja setidaknya terdapat dana sebesar Rp 5,5 triliun per tahun. dengan kuota haji sekitar 205 ribu orang per tahun, juga kelebihan dana haji yang mungkin berkisar antara Rp 4 juta - Rp 5 juta per jamaah per musim haji. Tentu bisa dibayangkan betapa dahsyatnya manfaat atas keuntungan penyelenggaraan haji ini kalau di manage secara benar dengan prespektif kesejahteraan umat.
Ditinjau dari aspek untuk meningkatkan kesejahteraan umat harus berlandaskan pada maqashid syari’ah Menurut Imam Al-Ghazali (w. 505/ 1111) dalam kitab ihya ulumuddin, tujuan utama syariah Islam pada perlindungan terhadap agama (dien), jiwa (nafs), akal (aqal), keturunan (nasl), dan kekayaan (maal). Apa saja yang menjamin terlindunginya lima perkara ini berarti melindungi kepentingan umum (maslahah) dan dikehendaki. Salah satunya adalah memelihara harta, dengan harta yang kita miliki kemudian dimanfaatkan salah satu pemanfaatannya untuk menunaikan ibadah haji sehingga mencakup dalam memelihara dien (agama) agar tetap terjaga keimanan kita.

Pengelolaan Dana Haji
Berkaitan dengan pengelolaan haji Departemen Agama selaku regulator maupun operator. Artinya, pengelolaan dan operasional serta kebijakan sepenuhnya berada di bawah pengawasan departemen agama direktorat jenderal pengelolaan haji. Salah satu pengelolaan yang berkaitan dengan pengelolaan dana haji, dana dengan jumlah besaran di atas akan terserap masuk melalui Departemen Agama. Walaupun begitu, dalam pelaksanaannya, Departemen Agama bekerja sama dengan industri keuangan dalam mengelola dana haji tersebut, khususnya lembaga keuangan yang berbasis syariah. Sepintas, secara bisnis, terlihat bahwa pengelolaan dana haji dapat dilakukan melalui dua lembaga keuangan, yakni perbankan dan asuransi.
Pengelolaan dana haji oleh industri perbankan dalam hal ini perbankan syariah meliputi penghimpunan dana calhaj (calon haji) melalui tabungan haji. Saat ini, total jumlah dana tabungan haji yang tersimpan di perbankan lebih dari puluhan trilliun. Dengan asumsi adanya pengendapan dana calhaj yang masih dalam daftar waiting list. Karena, jika kita mau mendaftar haji pada tahun 2007, pemberangkatanya bukannya tahun 2007, melainkan tiga tahun mendatang, yakni pada tahun 2010.
Haji dan Bank Islam
Jumlah penghimpunan dana haji yang mencapai puluhan triliun sangat bermanfaat bagi perbankan khususnya bank syariah baik ditinjau dari segi likuiditas maupun dari segi profitabilitas bahkan dapat meningkatkan market share perbankan syariah. Dana tersebut dapat disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan berupa bagi hasil dan jual beli, artinya terjadi efek multiplier yang positif antara perbankan syariah dan masyarakat, karena adanya konsep aliran (flow concept) dana dalam bentuk intermediary dan dalam ekonomi Islam, uang tidak boleh dijadikan sebagai komoditas.
Efek Ekonomi & Etos Kerja
Dengan semakin meningkatnya dana haji yang disimpan melalu bank syariah, semakin besar pula peranan bank syariah dalam melaksanakan peranannya sebagai intermediary institution yang saat ini dari perkembangannya bank syariah dilihat dari sisi FDR (financing to deposit ratio) bahwa dana yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan mencapai 100% dan mayoritas porsi disalurkan ke sector riil, kita ketahui jumlah umkm di Indonesia mencapai 43 juta, artinya apabila umkm mendapatkan supporting dana dari bank syariah berupa pembiayaan, maka umkm tersebut dapat meningkatkan volume usahanya semakin besar. Jika ini terwujud, semangat entrepreneurship tersebut harus dianggap sebagai salah satu unsur terpenting dalam gerakan ekonomi syariah yang sedang berlangsung dan harus dibarengi juga semangat etos kerja yang gigih dan pantang menyerah. Sebagaimana dalam Al-Qur’an bahwa Islam telah mengajarkan sangat mendorong entrepreneurship bagi umatnya, karena itu bagi seorang muslim, jiwa kewirausahaan tersebut, seharusnya sudah menjadi bagian dari hidupnya. Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar bekerja dan beramal, "Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasulnya dan orang beriman, akan melihat pekerjaanmu" (QS.9:105).
Disini terlihat bahwa dalam Islam terlihat prinsip kerja keras, kerja cerdas, kerja sama (ta’awun) tercermin sangat kuat sekali dengan tujuan bahwa manusia harus mampu untuk bertahan (survival of the fittest) terhadap kondisi dan keadaan dalam perekonomian.


Momentum Muharram
Manusia harus mampu bertahan, hal ini dapat tercipta dengan momentum Muharram, makna Muharram pada setiap tahun baru Islam tiba, kaum muslimin diingatkan kepada peristiwa hijrah. Ismail Al-Faruqi menyebut hijrah sebagai langkah awal dan paling menentukan untuk menata masyarakat muslim yang berperadaban. Hijrah merupakan strategi besar (grand strategy) dalam membangun peradaban Islam.
Dalam konteks historis Islam, peristiwa hijrah merupakan momentum paling penting dan monumental. Hijrah telah membawa perubahan dan pembaharuan besar dalam pengembangan Islam dan masyarakatnya kepada sebuah peradaban yang maju dan berwawasan keadilan, persaudaraan, persamaan, penghargaan HAM, demokratis, inklusif, kejujuran, menjunjung supremasi hukum, yang kesemuanya dilandasi dan dibingkai dalam koridor nilai-nilai syari’ah. Seperti zaman bani umayyah dan abbasiyah yang berlangsung pada abad 11 sampai 15 Pada periode ini para cendikiawan Muslim mulai menyusun begaimana seharusnya umat Islam melaksanakan bagaimana seharusnya umat Islam melaksanakan berbagai aktivitas ekonomi. Para cendikiawan Muslim tersebut masih mengacu pada Qur'an dan Hadis, tapi tidak berhenti disitu saja, mereka mulai berani mengemukakan pendapat mereka sendiri. Pada masa kekinian marilah bagaimana kita berbenah diri untuk menyelamatkan keyakinan kita dari untuk melakukan suatu perbuatan yang baik dengan niat yang sungguh-sungguh. Seperti hijrah dari melakukan kegiatan ekonomi yang mengandung unsur kedzaliman dan kemudharatan menuju perbuatan ekonomi yang berkeadilan dan kemaslahatan serta kesejahteraan dalam bingkai sistem ekonomi Islam.
Wallahu a’lam.

Ketahanan Ekonomi Syariah thd Krisis Global

Ketahanan Ekonomi Syariah thd Krisis Global
Oleh : Hendro Wibowo

Beberapa bulan lalu di tahun 2008, tengah melanda hampir seluruh dunia berimbas terutama negara super power didunia yaitu Amerika Serikat telah mengalami krisi yang sangat dahsyat berupa financial crisis. Krisis ini merupakan krisis yang terhebat sepanjang sejarah disebabkan karena sistem kapitalisme yang merupakan gunakan mengalami goncangan yang sangat dahsyat. Dimulai dari bangkrutnya bank raksasa Lehman Brothers dan perusahaan finansial raksasa Bear Stearns. Beberapa saat sebelumnya, pemerintah Amerika terpaksa mengambil alih perusahaan mortgage terbesar di Amerika; Freddie Mac dan Fannie Mae Sementara Merrill Lynch mengalami kondisi tak jauh beda hingga harus diakuisisi oleh Bank of America. Terakhir perusahaan asuransi terbesar AIG (American International Group) menunjukkan gejala kritis yang sama. Ini disebabkan karena pola transaksi yang mereka gunakan adalah berbasis bunga. Dari data dibawah pada saat suku bunga turun ditahun 2002 menuju tahun 2003 bahkan puncak pada tahun 2004 suku bunga menjadi 1 %. Masyarakat amerika berbondong-bondong untuk melakukan tranksaksi melalu kredit perumahan dengan tingkat suku bunga yang sangat rendah.
Padahal kalau kita lihat, negara Amerika (penduduk amerika) yang berbasis sistem kapitalisme yang akan memiliki perumahan dengan kredit, dalam kondisi terlalu memaksakan diri. Lihat saja national income amerika jauh lebih kecil dibandingkan dengan hutang yang dimiliki, bisa dikatakan berarti amerika bukan negara yang berproduktif. Menunjukkan bahwa amerika merupakan negara yang paling besar memiliki hutang luar negeri. Bahkan banyak penduduk yang tidak memiliki penghasilan ikut mengambil dan tergiur dengan kredit perumahan (mortgage) dikarenakan sistem bunga yang sangat rendah.
Hal ini sangat jelas sekali bahwa transaksi di negara adidaya tersebut bukan berdasarkan sektor riil sehingga roda perekonomian berputar melainkan hanya berbasis sektor financial saja yaitu di pasar keuangan baik pasar modal maupun pasar uang yang notabene berbasis riba dan gharar. Sehingga berdampak meluas keseluruh dunia. Lihat saja Pasar modal di Amerika Serikat, Eropa dan Asia segera mengalami panic selling yang mengakibatkan jatuhnya indeks harga saham pada setiap pasar modal. Bursa saham di mana-mana terjun bebas ke jurang yang dalam. Pasar modal London mencatat rekor kejatuhan terburuk dalam sehari yang mencapai penurunan 8%. Sedangkan Jerman dan Prancis masing-masing ditampar dengan kejatuhan pasar modal sebesar 7% dan 9%. Pasar modal emerging market seperti Rusia, Argentina dan Brazil juga mengalami keterpurukan yang sangat buruk yaitu 15%, 11% dan 15%.

Bagaimana Ekonomi Syariah menyikapi
Ada beberapa langkah dan peranan yang dapat dijalankan dari sistem yang ada. Sebelumnya kita harus sepakat terlebih dahulu bahwa penyebab krisis ini adalah sistem kapitalisme yang diterapkan sehingga berdampak kepada perekonomian yang didalamnya sangat erat sekali berkaitan dengan unsur suku bunga (interest), adanya unsur spekulasi (gharar & maysir), pasar keuangan.
Dari sinilah kita bisa mengantisipasi bahwa ekonomi Islam dapat diterapkan dan dapat menghadang badai krisis keuangan yang melanda di dunia Internasional. Pertama, menghapuskan sistem bunga dari segala transaksi keuangan yang ada dalam suatu sistem, karena menurut beberapa analisis salah satu penyebab krisis keuangan global diamerika adalah adanya kebijakan tingkat suku bunga yang rendah. Rendah atau tinggi, hal ini merupakan hal yang mustahil bahwa segala aktivitas cenderung mendapatkan return yang tetap (fix) dan tidak berisiko. Inilah yang menjadi kritik bagi sistem ekonomi islam, sebagai alternatifnya adalah menerapkan sistem profit sharing (bagi hasil). Dalam hal ini, transaksi syariah baik dalam perbankan maupun keuangan lainnya harus berdasarkan sistem bagi hasil.

Kedua, dalam kebijakan fiskal aktifitas yang dilakukan harus mendukung aktifitas riil domestik; dan penentuan jenis serta tingkat pajak yang merangsang sekaligus melindungi aktifitas riil domestik & Kebijakan yang mendorong UMKM karena kontribusinya pada penyerapan tenaga kerja dan output ekonomi. Upaya pada program-program sosial dan pembiayaan/kredit mikro akan sangat dibutuhkan. Ini merupakan basis activity dari sistem ekonomi Islam, terutama menggerakkan sektor riil. Kita bisa lihat sekarang negara cina dan india memiliki PDB yang tinggi cina sebesar 9,7 dan India 7,9 dibandingkan dengan negara lain (Sumber: IMF, WEO October 2008), karena negara tersebut lebih fokus pada pengembangan sektor riil untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Kalau kita tinjau dalam negeri Indonesia memiliki potensi yang sangat besar jika UMKM tersebut dikembangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya sinergi antara lembaga keuangan yang berbasis syariah dengan umkm yang ada. Dimana jumlah umkm Indonesia sekitar 43 juta umkm dan yang paling besar sebanyak 90% adalah Usaha kecil dan mikro artinya usaha tersebut dapat dijangkau baik lembaga keuangan mikro syariah maupun perbankan syariah, sehingga lembaga keuangan syariah dapat berperan dalam pendanaan usaha. Sehingga sektor riil bisa terus eksis dan berkembang.

Ketiga, dalam kebijakan moneter yaitu pasar keuangan baik pasar uang dan pasar modal harus dijalankan sesuai dengan sistem ekonomi Islam. Memang pada dasarnya pasar modal dan pasar uang merupakan jantung dan sentral pelaku keuangan dan sangat wajar jika dikatakan sebagai jantung kapitalisme dan dalam sistem inilah krisis keuangan global disebabkan. Oleh sebab itu karena ini merupakan suatu sistem dan sudah sangat kuat, sehingga peranan dalam sistem ini bagaimana ekonomi Islam dapat berperan yakni mewujudkan teknis transaksi di secondary market betul-betul menghindari transaksi seperti transaksi derivatif dan menghilangkan motif spekulasi seperti transaksi short selling.

Lebih secara rinci dalam gambar diatas merupakan langkah teknis dalam transaksi di pasar keuangan yang berbasis dalam sistem ekonomi Islam. Dalam pasar modal (secondary market) kebutuhan penghapusan sesuai syariah yang sangat rentan mengalami unsur spekulasi seperti : short selling dan margin trading. Dan dipasar uang juga demikian. Intinya adalah transaksi yang diperdagangkan harus jelas aset riilnya (underlying aset).
Mudah-mudahan ini dapat dijalankan sesuai dengan prinsip syariah dan semua pihak dapat mendukung kebijakan tersebut.
Wallahu’alam.