Good Corporate Governance pada Bank Syariah
Konteks Indonesia
PBI No. 08/4/06
PBI No. 08/14/06
SE No. 09/12/DPNP + Lamp
Konsep
1. Good Governance dalam Sistem Keuangan Islam di Masa Lalu
Kita kembali ke sejarah zaman keemasan peradaban Muslim untuk melihat faktor-faktor yang memungkinkan para sarraf (Bankir) memenuhi ekspektasi-ekspektasi masyarakat dan berkinerja baik dalam batasan-batasan yang dimungkinkan oleh teknologi pada zaman tersebut. Sebagian besar dari fungsi-fungsi yang dijalankan di masa itu sekarang dijalankan oleh bank-bank modern. Mereka (para sarraf) mengevaluasi keontetikan dan kehalusan pembuatan koin-koin, dimana hal tersebut merupakan suatu fungsi yang sangat penting pada waktu itu ketika koin-koin tersebut terbuat dari logam mulia. Mereka menyimpan koin-koin itu di dalam kantong-kantong bersegel dalam beberapa ukuran berbeda yang masing-masing berisi koin dalam jumlah tertentu untuk memudahkan masyarakat dalam perhitungannya ketika membayar atau menerima pembayaran. Mereka mentransfer dana dari suatu tempat ke tempat lain tanpa memindahkan fisik dari uangnya, sehingga menjamin tidak hanya kemanannya namun juga kesuksesan befungsinya sistem pembayaran. Mereka menguangkan cek dan mengeluarkan surat hutang serta Letter of Credit (L/C). Mereka juga melakukan tugas-tugas krusial intermediasi keuangan dengan memobilisasi dana dar penabung dan menginvestasikan ke pada produsen dan pedagang, khususnya dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. Dengan demikian mereka membiayai pertanian, manufaktur dan perdagangan jarak jauh dan meningkatkan pembangunan ekonomi. Mereka juga saling membantu mengatasi kesulitan likuiditas dengan berdasarkan gotong-royong, yang kemudian disebut ibdaa’ atau bidaa’ah
Semua fungsi yang dijalankan olej para sarraf (bankir) menuntut rasa saling percaya atau satu sama lain diantara partisipan. Hal in memunculkan pertanyaan apa yang memungkinkan sarraf menanamkan rasa saling percaya tersebut selama berabad-abad dalam dunia Islam, dan bagaimana bank syariah di zaman modern in melakukan hal yang sama. Jawabannya tergantung dari sokongan yang diterima oleh sistem keuangan dari suatu lingkungan yang kondusif (enabling environment). Pertama, mekanisme pasar, membuat sema pelaku pasar melakukan pekerjaannya secara jujur dan efisien dalamkerangka kepentingan pribadi jangka panjang. Kemudian hal tersebut diperkuat dengan nilai-nilai Islam yang secara umum diikuti oleh pelaku pasar. Lalu lingkuangan religius tersebut membantu menciptakan penegakan nilai-nilai tersebut secara mandiri.
Kedua, para sarraf beroperasi didalam masyarakat yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang dilayani oleh sebuah bank modern. Dengan kondisi itu, para deposan, pengguna dana, dan para sarraf sudah saling kenal baik. Oleh karena itu terbentuk suatu lingkungan yang tertanam rasa saling percaya, yang menjamin penegakan nilai-nilai Islam dan menekan kemungkinan salah seorang diatara mereka menipu (fraud) dan kabur dengan aman.
Ketiga, rasa saling percaya tersebut lebih jauh lagi diperkuat dengan kondisi saling kooperatif (environment of mutual cooperation) yang muncul diantara pelaku pasar dikarenakan kesamaan suku, perserikatan, persaudaraan atau komunitas sufi/keagamaan (sufi order). Sejumlah orang dari mereka bertindak sebagai pedagang sekaligus sebagai agen pada saat yang sama, sehingga meningkatkan rasa saling ketergantungan. Dependensi dan kooperasi menghasilkan apa yang Ibnu Khaldun sebagai ’ashobiyyah atau solidaritas sosial. Hal ini menjamin kejujuran dan keadilan (fairmess) dalam setiap transaksi antar sesama, dan selanjutnya membangkitkan rasa saling percaya di dalam sistem. Siapapun yang berusaha untuk curang atau terlalu menangguh-nagguhkan akan terlempar dari sistem. Siapa pun yang berusaha untuk curang atau terlalu menangguhkan-nangguhkan akan terlempar keluar dari sistem. Semua orang akan menolak untuk berurusan dengan pihak yang terbukti curang. Kondisi seperti ini berfungsi sebagai suatu mekanisme informal penegakan kontrak dan sebagai penangkal kecurangan dan penipuan. Iklim kepercayaan (Trust) yang dihasilkan dengan cara seperti diatas menciptakan suatu ’komunitas moral’ memecah hambatan-hambatan geografis dan bahasa, serta memfasilitasi aliran barang dan modal finansial. Menurut Udovitch, sistem yang berdasarkan saling kooperatif ini tidak dilandaskan atas ’niat baik sesaat atau secara kebetulan’, tetapi lebih merupakan praktek komersil biasa yang sering dibahas dalam diskusi-diskusi tentang partnership (Mudharabah dan Musharakah) yang fungsinya mirip dengan simpanan (deposit), jaminan (pledge) atau kontrak-kontrak sejenis.
Yang keempat, kondisi perekonomiannya tidak sekompleks sekarang dan, secara umum, memiliki variabel-variabel ekonomi yang tidak begitu mudah berubah (less volatile), terutama sekali variabel harga dan nilai tukar, tidak sebagaimana di masa modern ini.
Kelima, para sarraf merupakan pengusaha-pengusaha individual atau usaha-usaha patungan, dan pemisahan antara kepemilikan dengan kontrol/manajemen bukanlah suatu masalah. Kepentingan pribadi para sarraf dan juga para pengguna dana memperkuat rasa saling percaya (mutual trust and confidence) di dalam sistem yang ditopang oleh nilai-nilai moral dan semangat kooperatif. Mudharabah dan Musharakah merupakan metode utama untuk memobilisasi sumber-sumber keuangan dan mengkombinasikannya dengan kemampuan wirausaha dan manajerial untuk membantu industri kerajinan (crafts) dan manufaktur dan memperluas perdagangan jarak jauh. Instrumen-instrumen tersebut membuka akses ke seluruh cadangan sumber daya moneter dunia Islam abad pertengahan bagi dunia perdagangan dan industri, serta berfungsi sebagai instrumen pembiayaan, dan sampai pada tingkat tertentu memproteksi usaha-usaha komersial, sekaligus menyediakan kombinasi keahlian dan layanan untuk pengelolaan usaha secara memuaskan.
Keenam, instrumen-instrumen hukum yang dibutuhkan untuk penggunaan pembiayaan yang ekstensif melalui kontrak mudharabah dan musharakah telah tersedia di awal periode Islam. Instrumen-instrumen ini, yang tertera secara mapan di dalam tulisan-tulisan kuno mengenai hukum Islam, diilhami oleh aturan-aturan Al – Qur’an bahwa semua transaksi pinjaman harus dilaksanakannya dalam bentuk kontrak tertulis yang melibatkan saksi-saksi (Al – Qur’an, 2:282). Instrumen-instrumen tertulis, dengan demikian, menjadi suatu fitur penting dalam intermediasi keuangan.
Terakhir, yang cukup penting, kekuatan dan independensi sistem peradilan (mahkamah al-qadaa’). Pengadilan memastikan bahwa kontrak dan perjanjian harus diterima secara benar. Dan juga mungkin untuk mendapatkan keadilan saat itu juga dengan ‘biaya’ rendah, yang dimaksud biaya: waktu, masalah dan uang. Menurut Schacht, kantor qadi (hakim) telah terbukti menjadi salahsatu lembaga paling teliti dan ketat yang dikembangkan secara gradual di masyarakat Islam. Para qadi’ dan bersama para ulama memainkan peranan penting dalam pemeliharaan peradaban Islam, dan pada saat kacau, mereka menyuntikan element stabilitas.
Sebagai konsekuensi, biaya untuk menegakkan kontrak menjadi rendah dan sistem bekerja secara efisien. Hal ini membantu memajukan perdagangan, industri dan pertanian, yang berkembang mencapai tingkat omptimum. Perdagangan berkembang dari Maroko dan Spanyol di Barat, sampai ke India dan China di Timur, Asia Tengah di Utara dan Afrika di Selatan. Hal ini jelas tidak hanya diindikasikan oleh dokumen-dokumen sejarah yang ada, tapi juga oleh koin-koin ummat Islam dari abad ke tujuh sampai kesebelas yang telah ditemukan di beberapa bagian terpencil dari dunia Islam termasuk didalamnya Rusia, Finlandia, Swedia, Norwegia, Kepulauan Inggris dan Iceland.
2. Kondisi sekarang
Bank-bank beroperasi dikomunitas yang relatif lebih luas dimana semua stakeholder yang bereda (pemegang saham, deposan, direktur, manajemen dan pengguna dana) tidak saling kenal baik.
3. Stakeholders
a. Islam
Stakeholder terpenting dalam keuangan Sialam adalah Islam itu sendiri. Jika bank-bank tersebut tidak beroperasi dengan baik, orang-orang yang berpikir bahwa sistem Islam sudah tidak relevan dengan dunia modern akan menyalahkan Islam atas rendahnya kinerja bank-bank tersebut meskipun Islamnya sendiri tidak ada hubungan apa-apa dengannya.
b. Shareholders
c. Deposan
d. Pegawai
e. Subtopic
4. Konflik Kepentingan
Jika pada korporasi atau bank konvensional konflik kepentingan umumnya terjadi antara ppemegang saham dengan manajemen, sementara pada bank Islam ada dimensi penting lainnya yang harus diikutkan, yakni para deposan. Para deposanlah yang menyediakan proporsi dana jauh lebih besar, dibandingkan para pemegang saham. Manajemen mungkin saja tidak memiliki kepentingan langsung dalam meningkatkan keperluan pemegang saham atau para deposan, khususnya karena manajemen mungkin saja tidak memiliki kontribusi, baik modal maupun simpanan, bagi sumber daya bank. Hal ini mendorong mereka untuk mengambil risiko-risiko yang takperlu dan juga mengambil keuntungan sebesar mungkin melalui gaji, tunjangan, dan cara-cara lain. Dengan demikian, mereka (manajeman) boleh jadi tidak sanggup memberikan pengembalian yang kompetitif kepada para deposan, serta mungkin juga membuat bank tersebut makin rentan terhadap goncangan. Para deposan tabungan bisa makin menderita karena, sebagaimana ditunjukkan sebelumnya, walaupun tidak dapat keuntungan apapun, tabungan mereka tetap secara tidak langsung akan terekspos pada risiko apabila simpanan tersebut digunakan untuk investasi yang berisiko tinggi, dan kerugian yang dihasilkan investasi tersebut akan menurunkan kemampuan bank untuk membayar penarikan simanan tersebut.
Sistem di Indonesia
1. Definisi
Good Corporate Governance adalah suatu tata kelola Bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). (pasal 1 ayat 6).
Dilaksanakan (pasal 2 ayat 1):
Dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Diwujudkan minimal dalam bentuk (pasal 2 ayat 2):
§ Pelaksanaan tugas dan tanggunjawab Dewan Komisaris dan Direksi;
§ Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern bank;
§ Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal;
§ Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern;
§ Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar;
§ Rencana strategis Bank;
§ Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank.
2. Nilai Utama
§ Transparansi
Yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan.
§ Akuntabilitas
Yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ Bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif.
§ Responsibilitas
Yaitu kesesuain kesimbangan pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan Bank yang sehat.
§ Independensi
Yaitu pengelolaan Bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun.
§ Fairness
Yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Para pihak
§ Komisaris
Tugas dan tanggungjawab utama Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan dan bukan melakukan pengelolaan kegiatan operasional Bank.
Dewan Komisaris dilarang terlibat dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional Bank, kecuali untuk :
· Penyediaan dana kepada pihak terkait; dan
· Hal-hal yang diatur dalam Anggaran Dasar Bank atau Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Keterlibatan atau persetujuan Dewan Komisaris dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional sebagaimana tersebut diatas, merupakan bagian dari tugas Pengawasan Dewan Komisaris sehingga tidak meniadakan tanggung jawab Direksi dalam pelaksanaan kepengurusan Bank. Tugas pengawasan oleh Dewan Komisaris tersebut merupakan upaya pengawasan dini yang perlu dilaksanakan.
§ Direksi
Presiden Direktur atau Direktur Utama wajib berasal dari pihak yang independen terhadap Pemegang Saham Pengendali. Independensi Presiden Direktur dapat dipenuhi apabila bersangkutan tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali Bank. Jumlah minimum 3 orang : Presiden Direktur wajib dari pihak independen terhadap pemegang saham kendali.
Tugas dan Tanggung Jawab Direksi :
· Direksi bertanggungjawab penuh atas pelaksanaan kepengurusan Bank.
· Direksi wajib mengelola Bank sesuai dengan kewenangan dan tanggungjawabnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Direksi wajib melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Direksi wajib menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari satuan kerja audit intern Bank, auditor eksternal, hasil pengawasan Bank Indonesia dan/atau hasil pengawasan otoritas lain.
Dalam rangka melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, Direksi paling kurang wajib membentuk : a. Satuan kerja Audit Intern; b. Satuan Kerja Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko; c. Satuan Kerja Kepatuhan.
§ Komisaris Independen
Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris lainnya, Direksi dan/atau Pemegang Saham Pengendali atau hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk beritindak independen.
§ Pihak Independen
Yang dimaksud dengan Pihak Independen bagi anggota Komite adalah pihak di luar Bank yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan Dewan Komisaris, Direksi dan/atau Pemegang Saham Pengendali atau hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.
§ Komite
· Komite Audit
o Komite Audit melakukan pemantauan dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan audit serta pemantauan atas tindak lanjut hasil audit dalam rangka menilai kecukupan pengendalian intern termasuk kecukupan proses pelaporan keuangan.
o Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, komite audit paling kurang melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap : a. Pelaksanaan tugas Satuan Kerja Audit Intern; 2. Kesesuaian pelaksanaan audit oleh kantor Akuntan Publik dengan standar audit yang berlaku; 3. Kesesuaian pelaporan keuangan dengan standar akuntansi yang berlaku; 4. Pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas hasil temuan Satuan Kerja Intern, akuntan publik, dan hasil pengawasan Bank Indonesia, guna memberikan rekomndasi kepada dewan komisaris.
o Komite Audit wajib memberikan rekomendasi menganai penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik kepada Dewan Komisaris untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham.
· Komite Pemantau Risiko
Komite Pemantau Risiko paling kurang melakukan :
o Evaluasi tentang kesesuaian antara kebijakan manajemen risiko dengan pelaksanaan kebijakan tersebut.
o Pemantau dan evaluasi pelaksanaan tugas Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko, guna memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris.
· Komite Remunerasi dan Nominasi
Komite Remunerasi dan Nominasi mempunyai tugas dan Tanggungjawab paling kurang :
o Terkait dengan Kebijakan Remunerasi :
Melakukan evaluasi terhadap kebijakan remunerasi,
Memberikan rekomendasi kepada dewan Komisaris mengenai : a. Kebijakan remunerasi bagi Dewan Komisaris dan Direksi untuk disampaikan kepada Rapat Pemegang Saham; b. Kebijakan remunerasi bagi Pejabat Eksekutif dan pegawai secara keseluruhan ntuk disampaikan kepada Direksi.
o Terkait dengan Kebijakan Nominasi :
Menyusun dan memberikan rekomendasi mengenai sistem serta prosedur pemilihan dan/atau penggantian anggota Dewan Komisaris dan Direksi kepada Dewan Komisaris untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham;
Memberikan rekomendasi mengenai Pihak Independen yang akan menjadi anggota Komite kepada Dewan Komisaris.
Komite Remunerasi dan Nominasi wajib memastikan bahwa kebijakan remunerasi paling kurang sesuai dengan :
Kinerja keuangan dan pemenuhan cadangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Prestasi kerja individual;
Kewajaran dengan per group;
Pertimbangan sasaran dan strategi jangka panjang Bank.
§ Pejabat Eksekutif
Pejabat Eksekutif adalah pejabat yang bertanggungjawab langsung kepada Direksi atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional perusahaan atau Bank, antara lain pemimpin kantor cabang dan kepala Satuan Kerja Audit Intern.
§ Stakeholders
Stakeholders adalah seluruh pihak yang memiliki kepentingan secara langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan usaha Bank.
4. Penilai : Bank Indonesia
5. Pelaporan