ANALISIS OPERASIONAL INSTRUMEN PASAR UANG ANTAR BANK SYARIAH DAN SERTIFIKAT WADIAH BANK INDONESIA
Oleh : Hendro Wibowo
Pendahuluan
Amandemen Undang-undang perbankan dari UU No 7 Tahun 1992 berubah menjadi Undang-undang No 10 Tahun 1998 dimana operasional perbankan boleh menjalankan dua sifat operasional yaitu perbankan prinsip syariah dan perbankan prinsip konvensional. Dikarenakan bahwa pengaturan perbankan syariah berada dalam pengawasan Bank Indonesia sebagai bank sentral (otoritas moneter), maka kinerja perbankan syariah juga tidak terkecuali termasuk sesuatu yang perlu diawasi oleh Bank Indonesia. Perkembangan perbankan syariah tidak dapat dilepaskan dari memadainya infrastruktur, seperti pasar keuangan syariah, institusi keuangan syariah lainnya dan peraturan perbankan syariah sebagaimana diatur oleh otoritas moneter yakni Bank Indonesia dibawah direktorat terkait yaitu Direktorat Perbankan Syariah (DPbS) Bank Indonesia. Jika dihubungkan dengan instrument perbankan, dimana fungsi Sertifikasi Bank Indonesia (SBI) sebagai instrument pengendali moneter melalui pengawasan terhadap kinerja bank umum, maka bank syariah juga termasuk ke dalam kategori bank yang dapat melakukan transaksi dengan Bank Sentral dalam hal ini adalah SBI. Hanya saja dikarenakan bahwa perbankan syariah umumnya berusaha untuk menghindari semaksimal mungkin berbagai unsur Maghrib (Maysir, Gharar, Ribawi) dimana SBI yang notabebe menggunakan system bunga yang berdasarkan atas diskonto, maka muncullah apa yang dinamakan dengan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berfungsi untuk menyerap kelebihan likuiditas (memenuhi kewajiban jangka pendek) didalam perbankan syariah.
Disamping SWBI bank syariah juga memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk menyimpan dana dan memperoleh pembiayaan serta jasa perbankan lainnya berdasarkan prinsip syariah. Dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dana perlu diselenggarakan pasar uang berdasarkan prinsip syariah serta piranti yang dapat digunakan untuk menanamkan dana baik bagi Bank Konvensional maupun Bank Syariah, dan untuk memperoleh dana bagi Bank Syariah. Dana yang masuk dari masyarakat dinamakan Dana Pihak Ketiga (DPK) kemudian dana tersebut dimanage oleh bank syariah. Salah satunya adalah bank syariah melakukan investasi antar bank. Biasanya investasi antar bank dinamakan Pasar Uang Antar Bank, dimana pada operasional bank syariah disebut Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS). Pada dasarnya PUAS dimaksudkan sebagai sarana investasi antar Bank Syariah sehingga Bank Syariah tidak dapat melakukan penanaman dana pada Bank Konvensional untuk menghindari pemanfaatan dana yang akan menghasilkan suku bunga dan adanya unsur maysir serta gharar, namun tidak tertutup kemungkinan bagi Bank Konvensional untuk melakukan investasi pada Bank Syariah. Sehingga sarana yang dapat dimanfaatkan yaitu Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS). Namun, dilihat dari kedua instrument tersebut terkesan menjadi suatu alternative dari adanya operasional perbankan yang menggunakan prinsip syariah.
Pasar Uang Antar Bank Syariah dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)
Pasar Uang Antar Bank digunakan sebagai sarana investasi dan transaksi, karena dalam manajemen perbankan. Nasabah menyimpan dan menarik dana tidak dapat diduga tetapi dapat diprediksi sesuai dengan jangka waktu penyimpanan. Disinilah manajemen harus secara simultan mempertimbangkan berbagai risiko yang akan berpengaruh pada perubahan dana tersebut. Maka Fasilitas Pasar Uang Antar Bank merupakan sarana untuk mengatasi hal tersebut, berkaitan dengan operasional perbankan syariah maka dikenal dengan sebutan Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar berdasarkan prinsip Mudharabah, dimana transaksi tersebut menggunakan Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank, yang untuk selanjutnya disebut Sertifikat IMA, adalah sertifikat yang digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan dana dengan prinsip Mudharabah.
Ada beberapa keuntungan dalam transaksi ini antara lain :
- Pendapatan yang baik
- Risiko yang rendah
- Mudah dicairkan
- Sederhana
- Fleksibel
Mekanisme Operasi Pasar Uang Antar Bank Syariah
Pembayaran Sertifikat IMA oleh bank penanam dana dapat dilakukan dengan menggunakan nota kredit melalui kliring atau bilyet giro Bank Indonesia dengan melampiri lembar kedua Sertifikat IMA, atau transfer dana secara elektronis. Dalam hal pembayaran Sertifikat IMA dilakukan dengan menggunakan transfer dana secara elektronis, bank penanam dana wajib menyampaikan lembar kedua Sertifikat IMA kepada Bank Indonesia.
Pada saat Sertifikat IMA jatuh waktu, bank penerbit membayar kepada bank\ pemegang Sertifikat IMA sebesar nilai nominal investasi.
Tingkat realisasi imbalan Sertifikat IMA mengacu pada tingkat imbalan deposito investasi Mudharabah bank penerbit sesuai dengan jangka waktu penanaman.
Besarnya imbalan Sertifikat IMA dihitung berdasarkan jumlah nominal investasi, tingkat imbalan deposito investasi Mudharabah sesuai dengan jangka waktu penanaman dana dan nisbah bagi hasil yang disepakati.
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SWBI merupakan bukti penitipan dana wadiah. adalah penitipan dana berjangka pendek dengan menggunakan prinsip wadiah yang disediakan oleh Bank Indonesia bagi Bank Syariah atau UUS.
Penitipan Dana Wadiah dapat berjangka waktu 7 (tujuh) hari, 14 (empat belas) hari, dan 28 (dua puluh delapan) hari. (Pasal 4 ayat 1).
Sedangkan karakteristik SWBI sebagaimana diterangkan dalam pasal 6 Peraturan BI Tahun 2004 tersebut adalah, Pertama, SWBI diterbitkan dan ditatausahakan tanpa warkat (scripless) dan kedua, SWBI tidak dapat diperjualbelikan (non negotiable). Benefit yang diberikan dari SWBI bukan bunga didasarkan atas system diskonto, akan tetapi apa yang dinamakan dengan bonus. Sebagaimana diterangkan dalam Peraturan BI Tahun 2004 tersebut, dalam pasal 9 disebutkan, Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas Penitipan Dana Wadiah sebagai dimaksud Pasal 2 ayat 1.
Fungsi SWBI dikatakan sebagai SBI bagi perbankan syariah, secara tidak langsung menyebabkan apabila naik turunnya tingkat suku bunga SBI berdampak juga terhadap perkembangan perbankan syariah.
Analisa
Analisis diatas dikemukakan karena adanya indikasi bahwa tingkat suku bungan SBI sebagai Benchmark dalam penetapan tingkat bonus SBI, sehingga wajar apabila SWBI akan berpengaruh terhadap perkembangan perbankan syariah. Kemudian dilihat dari posisi SWBI pada akhir tahun ini mengalami peningkatan walaupun dapat dilihat indikasi bahwa penembapatan dana di SWBI hanya bersifat sementara (temporary) sebelum perbankan syariah dapat menempatkan dananya di sector riil secara prudent (kehati-hatian).
Funding Milyar Rp
| 2003 | 2002 | Selisih |
DP-III | 5,724 | 2,917 | 2,807 |
OBLIGASI | 140 | - | 140 |
SUB-DEBT | 418 | 202 | 216 |
MODAL BUS | 626 | 524 | 102 |
MODAL UUS | 411 | 222 | 189 |
| 9,322 | 5,867 | 3,455 |
Grafik 1
Lending
FINANCING | 5,530 | 3,276 | 2,254 |
SWBI | 1,623 | 541 | 1,082 |
| 7,153 | 3,817 | 3,336 |
Selisih masuk RR+Kas+HTI | 199 |
Grafik 2
Jika kondisi keuangan perbankan syariah ini dikaji lebih detail (lihat table diatas), sumber dana yang ditempatkan di SWBI lebih banyak berasal dari obligasi syariah skim Mudharabah (dalam bentuk biasa dan sub-debt) dan tambahan modal disetor. Secara rasional juga atas pertimbangan mendorong tingkat kompetitif yang berkorelasi dengan tingkat reputasinya, pembelian SWBI akan memprioritaskan dana yang berbiaya murah dengan asumsi bahwa return yang diberikannya rendah dibandingkan dengan Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS). Dalam hal ini bank syariah tentu akan memprioritaskan penggunaan modal terlebih dahulu, kemudian sub-loan, obligasi dan terakhir adalah dana pihak ketiga (DPK) untuk SWBI. Sebaliknya, bank syariah tentu akan memprioritaskan penggunaan dana pihak ketiga untuk financing ke sector riil dengan asumsi bahwa return dari sector riil lebih besar dibandingkan dari pada ke SWBI. Dengan begitu diharapkan return yang diberikan pada pihak ketiga (yang relative lebih tinggi) akan mendorong tingkat kompetitif dan reputasi bank. Atas dasar asumsi tersebut, dapat disimpulkan peningkatan penempatan dana dalam SWBI yang terjadi pada akhir tahun tidak didominasi dari DPK bank syariah.
(Giro Wajib Minimum Perbankan Syariah, BI Kajian Perbankan Syariah ; 2004)
Posisi Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Grafik 1 diatas, menggambarkan adanya kecenderungan peningkatan cukup drastis posisi SWBI pada akhir desember 2005 dan 2006, hal ini menandakan bahwa setiap akhir tahun periode dimana komposisi dana SWBI cenderung meningkat dari tahun ke tahun (yoy) terlihat tahun 2005 desember sebesar 11.47% dan akhir tahun 2006 desember sebesar 9.25%, namun awal bulan dan pertengahan menjadi puncak turunnya nilai SWBI sehingga membentuk parabola, menurut penulis hal ini dikarenakan idle cash (dana yang menganggur) diperbankan syariah pada akhir tahun dimanfaatkan dan kemudian ditaruh di SWBI dengan menginginkan dan mengharapkan bonus yang tinggi. Penulis berpendapat bahwa hal ini adanya target yang direncanakan pada bank syariah yang tinggi sehingga pada akhir tahun tidak mencapai sesuai dengan target yang diinginkan, kemudian dengan ditaruh di SWBI target yang diinginkan dapat tercapai. Oleh sebab itu dana tersebut di taruh di SWBI dalam jangka waktu yang pendek dan asumsi pada akhir tahun dana tersebut menghasilkan bonus untuk memenuhi target laba yang diinginkan. Dapat disimpulkan bahwa instrumen SWBI belum dapat optimal dalam operasionalnya.
Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank Syariah
Dari grafik PUAS Tingkat realisasi imbalan Sertifikat IMA yang berjangka waktu: sampai dengan 30 hari mengacu pada tingkat imbalan deposito investasi Mudharabah (sebelum didistribusikan) dengan jangka waktu 1 (satu) bulan; di atas 30 hari sampai dengan 90 hari mengacu pada tingkat imbalan deposito investasi Mudharabah (sebelum didistribusikan) dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan. Yang dimaksud dengan tingkat realisasi imbalan Sertifikat IMA adalah tingkat imbalan deposito investasi Mudharabah (sebelum didistribusikan) dikali nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana. Pada bulan september transaksi PUAS meningkat, hal ini menjadi faktor bahwasanya dampak dari perekonomian yang cenderung membaik akan berakibat pada bagi hasil yang ikut meningkat.
Kesimpulan
SWBI dan PUAS sebagai instrument pengganti SBI dan pengganti Pasar Uang Antar Bank tentunya berhadapan dengan berbagai tantangan. Sebagai instrument yang dikeluarkan karena adanya dorongan untuk menghindarkan semaksimal mungkin dari berbagai unsur Maghrib (Maysir, Gharar, dan Riba), dimana kehadiran SWBI dan PUAS tentunya perlu disambut dengan baik. Namun, adanya pengaruh yang signifikan daru tingkat suku bunga SBI terhadap SBI terhadap bonus SWBI begitu juga bagi hasil yang dibagikan pada transaksi PUAS, hal tersebut menunjukkan bahwa secara positif tingkat bonus SWBI tidak benar-benar dapat menghindarkan diri dari tingkat suku bunga Bank Indonesia, disisi lain instrument tersebut belum secara optimal berperan dikarenakan idle cash (dana yang menganggur) diperbankan syariah pada akhir tahun dimanfaatkan dan kemudian ditaruh di SWBI dengan menginginkan dan mengharapkan bonus yang tinggi, yang seharusnya dapat disalurkan kepada sektor riil tetapi karena mempertimbangkan risiko yang terjadi maka perbankan menaruh di SWBI.
Fenomena lain bahwa produk ekonomi dan keuangan syariah tidak benar-benar dapat terlepas dari sistem ekonomi dan keuangan konvensional (yang cenderung menggunakan konsep ribawi) merupakan suatu hal yang tidak dapat dijalankan secara murni hanya dengan jalan atau system suatu Negara sudah berdasarkan prinsip syariah secara kaaffah, tetapi hal ini merupakan the first step (langkah awal) untuk menuju pada system ekonomi yang murni syariah.