Rabu, 18 Juni 2008

Short Selling & JII

Short Selling dan Jakarta Islamic Index

Dodik Siswantoro
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

14 abad lalu Hakim ibnu Hizam pernah menanyakan ke nabi Muhammad SAW tentang hukum menjual barang yang belum dimiliki. Jawaban yang diberikan adalah tidak boleh menjual barang yang belum dimiliki. Hal ini didasarkan karena bertentangan dengan syariah Islam itu sendiri yang melarang jual beli yang mengandung gharar (ketidakjelasan) dan tidak memenuhi aqad (kontrak sesuai syariah Islam). Di dalam aqad jual beli, barang yang dijual harus dimiliki. Peristiwa tersebut diatas dicatat dalam kitab alijarah oleh Abu Dawud. Sehingga jika ada jual beli dengan barang yang belum dimiliki oleh penjual dapat menjadi tidak syah karena tidak terpenuhinya aqad.

Secara tujuan moral, dilarangnya menjual barang yang belum dimiliki lebih ke arah agar didapat penerapan sistem perdagangan yang sehat. Di samping agar tidak terjadi market failure yang dapat menganggu stabilitas harga di pasar. Hal ini ditujukan juga untuk mereduksi transaksi yang tidak jelas yang dapat merugikan penjual karena kepastian harga akan turun masih belum jelas. Di dalam syariah Islam sendiri, penjualan barang yang belum dimiliki terdapat unsur yang melanggar dari tujuan syari’ah (maqasid syari’ah). Di dalam maqasid syari’ah ada yang namanya al muhafazhah ala a maal, yaitu tujuan syari’ah diterapkan untuk melindungi harta yang dimiliki. Dalam konteks penjualan barang yang belum dimiliki, hal ini mempunyai arti yang berlawanan dengan semangat tujuan maqasid syari’ah itu sendiri agar harta yang dimiliki diharapkan agar bertambah atau paling tidak tetap. Sehingga secara kaidah hukum Islam (qawaid al fiqhiyah) tidak sesuai karena melanggar kaidah, yaitu mengubah prinsip dasar dalam mencari keuntungan dengan harga ekspektasi yang akan turun, bukan mengharapkan harga yang akan naik.

Transaksi penjualan yang belum dimiliki indentik dengan nama short selling yang sering terjadi di pasar saham. Dengan kata lain pemain saham tidak saja dapat untung pada saat harga naik tapi dengan short selling pemain saham dapat juga untung walaupun harga turun. Hal ini disebabkan harga saham yang dijual pada saat harga tinggi kemudian jika harga turun segera dibeli untuk dimiliki. Namun demikian, apabila harga malah naik pemain short selling mau tidak mau harus membeli saham dengan harga yang bisa relatif tinggi. Apabila perkiraan harga saham yang akan turun malah meleset dari perkiraan. Di samping itu, short selling juga dapat dikatakan menggairahkan perdagangan saham sehingga pasar dapat dikatakan aktif.

Akhir-akhir ini dibuat usulan agar short selling malah bisa dibuat lebih lama lagi hingga 30 hari. Hal ini disebabkan agar pemain saham bisa leluasa lagi dalam melakukan short selling dan mempunyai ekspektasi pilihan terhadap harga saham menjadi banyak. Secara umum, short selling dapat dikatakan menjadi sweetener dalam permainan saham. Di samping pemain saham dapat saja untung dalam keadaaan pasar yang bearish. Adapun saham-saham yang dianggap memenuhi syarat adalah Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bakrie & Brothers, Bank Niaga, Bank International Indonesia, Bumi Resources, Indofood Sukses Makmur, Indah Kiat Pulp & Paper, Multipolar dan Telkom (Bisnis Indonesia, 14 Februari 2006). Yang menjadi catatan penting adalah ada beberapa saham tersebut yang tercatat dalam Jakarta Islamic Index (JII) misalnya Bakrie & Brothers, Bumi Resources, Indofood Sukses Makmur, Indah Kiat Pulp & Paper dan Telkom. Hal ini bisa menjadi pisau bermata dua apabila ada saham yang masuk dalam JII dan “legal untuk short selling”.

Posisi Islamic Investor

Sekilas usulan akan dilegalkannya short selling atau malah ditetapkannya saham yang memenuhi syarat untuk di-short selling mempunyai dampak yang positif bagi likuiditas pergerakan saham di bursa. Namun demikian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
Pertama, Islamic investor secara tidak langsung akan tidak diuntungkan karena Islamic investor seperti bank syariah, Islamic fund manager dan lain-lain akan sedikit besarnya terpengaruh oleh aksi short selling. Misalnya para Islamic investor membeli saham dengan harapan harganya akan naik, namun di lain pihak dengan akan dilegalkan short selling hingga 30 hari. Islamic investor yang membeli saham-saham yang tercatat dalam Jakarta Islamic Index (JII) yang pada saat yang bersamaan tercatat dalam saham yang legal di-short selling akan terpengaruh oleh ulah spekulan para short seller yang dapat melakukan offer secara besar-besaran. Dengan demikian Islamic investor harus segera menjual saham yang dimilikinya agar nilainya tidak turun atau tetap bertahan dengan harapan harganya akan kembali naik. Sehingga secara umum, Islamic investor yang memegang saham dalam 2 daftar, yaitu JII dan yang legal untuk di-short selling akan sulit untuk melakukan long term investment karena aksi short seller dapat saja terjadi dalam waktu yang dekat.
Kedua, dengan dicantumkannya saham-saham dapat tercantum dalam 2 daftar, yaitu memenuhi syarat di-short selling dan Jakarta Islamic Index (JII) menjadikan pasar saham yang ambigu bagi Islamic investor. Hal ini disebabkan oleh kebijakan yang terlihat bertentangan dalam praktek di pasar. Walaupun, selama ini saham-saham yang masuk dalam Jakarta Islamic Index (JII) baru sebatas pemenuhan kriteria secara kinerja dan perusahaan. Sedangkan secara praktek dan aktivitas di pasar belum ada standar kesesuaian dengan syariah Islam. Pelegalan saham short selling yang masuk dalam JII malah akan membuat pasar yang membingungkan bagi Islamic investor.

Secara ideal, pasar saham syariah memang harus dibuat secara terpisah dengan yang konvensional. Di tambah perlu adanya batasan-batasan sistem yang menolak perdagangan atau transaksi yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Namun demikian, untuk jangka waktu dekat diperlukan pembatasan yang jelas antara saham-saham yang masuk dalam daftar Jakarta Islamic Index (JII) agar juga tidak masuk dalam daftar saham yang dilegalkan untuk di-short selling. Hal ini dimaksudkan agar Islamic investor dapat melakukan trading secara normal tanpa terganggu oleh aksi yang tidak sesuai syari’ah Islam yang dapat mengganggu perdagangan saham secara Islami.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Terkait dengan saham Jakarta Islamic Index, sekedar menyampaikan saja, kalau ada teman-teman yang tertarik untuk berinvestasi di JII tersebut salah satu cara yang relatif aman adalah dengan memiliki polis asuransi PRUsyariah dari Prudential. Dengan memiliki polis tersebut kita dapat berinvestasi 100% equity di JII dengan prosentase bagi hasil antara 5-15% dan memetik hasilnya untuk berbagai keperluan seperti asuransi pendidikan, dana pensiun, tabungan haji, membeli rumah, dan lain sebagainya.

Dan sebagai nilai tambahnya PRUsyariah juga menyediakan sejumlah dana darurat yang dapat digunakan untuk melindungi aset-aset yang kita miliki agar tetap utuh sekalipun musibah melanda. Penting untuk dimiliki bagi mereka yang sangat peduli dan mencintai keluarganya dan berupaya untuk menjaga keutuhan keluarga.

Apabila ada teman-teman yang berminat mencari tau lebih tentang apa & bagaimana PRUsyariah dapat menghubungi saya di 0811940880 atau (021)71587133, email ulungparikesit@yahoo.com. Terima kasih.

Salam 165, Ulung Parikesit