Kamis, 01 Januari 2009

Muharram Momentum Hijrah untuk Kebangkitan Ekonomi

Dzulhiijah dan Muharram
Momentum Kebangkitan Ekonomi Islam

Oleh: Hendro Wibowo
Mahasiswa Pascasarjana Univ. Paramadina & Dosen STE SEBI Jakarta

Pelaksanaan ibadah haji dan idul adha (hari raya qurban) yang diselenggarakan pada bulan dzulhijjah merupakan momentum paling penting dikarenakan sebagai wasilah untuk menuju hablumminallah (hubungan kepada Allah) yang merupakan hubungan vertikal antara manusia dengan sang Khalik maha pencipta dan ini salah satu kewajiban manusia untuk menjalankan ibadah dalam penyempurnaan sebagai umat Islam dan kita dituntut untuk bersungguh-sungguh menegakkan tauhidullah di hati Anda dan ikhlas beribadah kepada Allah semata serta bertaubat kepada-Nya dengan tulus dari beragan dosa dan kemaksiatan. dan sebagai syaratnya adalah boleh dikerjakan apabila dalam keadaan mampu, arti disini mampu bukan hanya secara materi yaitu memiliki dan sanggup dalam biaya perjalanan haji dan bekal selama pelaksanaan haji melainkan juga mampu dalam segi fisik (jasadiyah) dan ruhiyah (spiritual). Sebagaimana yang telah dilakukan nabi Ibrahim a.s sebagai suatu contoh dalam mengimplementasikan ketakwaan hamba manusia terhadap sang kholik.
Persiapan secara materi dalam pelaksanaan haji dan idul qurban perlu benar-benar dipersiapkan secara matang, dalam hal ini ibadah haji jika kita kaitkan dengan biaya perjalanan haji, dimana Menteri Agama (Menag) M. Maftuh Basyuni mengumumkan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1429 H/2008 per embarkasi yang diberlakukan pada tahun ini rata-rata mengalami kenaikan antara Rp 4,5 juta hingga Rp5 juta. (komponen biaya ini sudah termasuk biaya penerbangan, living cost dan biaya operasional). Dari penyelenggaraan ibadah Haji terdapat perputaran dana yang sangat besar. Dengan kuota haji untuk Indonesia sebesar 205 ribu orang, jika ongkos haji tahun 2008 dengan kenaikan sebesar Rp 5 juta, paling tidak satu orang harus membayar kurang lebih sekitar 30 juta, jadi untuk pembayaran peserta haji saja setidaknya terdapat dana sebesar Rp 5,5 triliun per tahun. dengan kuota haji sekitar 205 ribu orang per tahun, juga kelebihan dana haji yang mungkin berkisar antara Rp 4 juta - Rp 5 juta per jamaah per musim haji. Tentu bisa dibayangkan betapa dahsyatnya manfaat atas keuntungan penyelenggaraan haji ini kalau di manage secara benar dengan prespektif kesejahteraan umat.
Ditinjau dari aspek untuk meningkatkan kesejahteraan umat harus berlandaskan pada maqashid syari’ah Menurut Imam Al-Ghazali (w. 505/ 1111) dalam kitab ihya ulumuddin, tujuan utama syariah Islam pada perlindungan terhadap agama (dien), jiwa (nafs), akal (aqal), keturunan (nasl), dan kekayaan (maal). Apa saja yang menjamin terlindunginya lima perkara ini berarti melindungi kepentingan umum (maslahah) dan dikehendaki. Salah satunya adalah memelihara harta, dengan harta yang kita miliki kemudian dimanfaatkan salah satu pemanfaatannya untuk menunaikan ibadah haji sehingga mencakup dalam memelihara dien (agama) agar tetap terjaga keimanan kita.

Pengelolaan Dana Haji
Berkaitan dengan pengelolaan haji Departemen Agama selaku regulator maupun operator. Artinya, pengelolaan dan operasional serta kebijakan sepenuhnya berada di bawah pengawasan departemen agama direktorat jenderal pengelolaan haji. Salah satu pengelolaan yang berkaitan dengan pengelolaan dana haji, dana dengan jumlah besaran di atas akan terserap masuk melalui Departemen Agama. Walaupun begitu, dalam pelaksanaannya, Departemen Agama bekerja sama dengan industri keuangan dalam mengelola dana haji tersebut, khususnya lembaga keuangan yang berbasis syariah. Sepintas, secara bisnis, terlihat bahwa pengelolaan dana haji dapat dilakukan melalui dua lembaga keuangan, yakni perbankan dan asuransi.
Pengelolaan dana haji oleh industri perbankan dalam hal ini perbankan syariah meliputi penghimpunan dana calhaj (calon haji) melalui tabungan haji. Saat ini, total jumlah dana tabungan haji yang tersimpan di perbankan lebih dari puluhan trilliun. Dengan asumsi adanya pengendapan dana calhaj yang masih dalam daftar waiting list. Karena, jika kita mau mendaftar haji pada tahun 2007, pemberangkatanya bukannya tahun 2007, melainkan tiga tahun mendatang, yakni pada tahun 2010.
Haji dan Bank Islam
Jumlah penghimpunan dana haji yang mencapai puluhan triliun sangat bermanfaat bagi perbankan khususnya bank syariah baik ditinjau dari segi likuiditas maupun dari segi profitabilitas bahkan dapat meningkatkan market share perbankan syariah. Dana tersebut dapat disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan berupa bagi hasil dan jual beli, artinya terjadi efek multiplier yang positif antara perbankan syariah dan masyarakat, karena adanya konsep aliran (flow concept) dana dalam bentuk intermediary dan dalam ekonomi Islam, uang tidak boleh dijadikan sebagai komoditas.
Efek Ekonomi & Etos Kerja
Dengan semakin meningkatnya dana haji yang disimpan melalu bank syariah, semakin besar pula peranan bank syariah dalam melaksanakan peranannya sebagai intermediary institution yang saat ini dari perkembangannya bank syariah dilihat dari sisi FDR (financing to deposit ratio) bahwa dana yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan mencapai 100% dan mayoritas porsi disalurkan ke sector riil, kita ketahui jumlah umkm di Indonesia mencapai 43 juta, artinya apabila umkm mendapatkan supporting dana dari bank syariah berupa pembiayaan, maka umkm tersebut dapat meningkatkan volume usahanya semakin besar. Jika ini terwujud, semangat entrepreneurship tersebut harus dianggap sebagai salah satu unsur terpenting dalam gerakan ekonomi syariah yang sedang berlangsung dan harus dibarengi juga semangat etos kerja yang gigih dan pantang menyerah. Sebagaimana dalam Al-Qur’an bahwa Islam telah mengajarkan sangat mendorong entrepreneurship bagi umatnya, karena itu bagi seorang muslim, jiwa kewirausahaan tersebut, seharusnya sudah menjadi bagian dari hidupnya. Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar bekerja dan beramal, "Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasulnya dan orang beriman, akan melihat pekerjaanmu" (QS.9:105).
Disini terlihat bahwa dalam Islam terlihat prinsip kerja keras, kerja cerdas, kerja sama (ta’awun) tercermin sangat kuat sekali dengan tujuan bahwa manusia harus mampu untuk bertahan (survival of the fittest) terhadap kondisi dan keadaan dalam perekonomian.


Momentum Muharram
Manusia harus mampu bertahan, hal ini dapat tercipta dengan momentum Muharram, makna Muharram pada setiap tahun baru Islam tiba, kaum muslimin diingatkan kepada peristiwa hijrah. Ismail Al-Faruqi menyebut hijrah sebagai langkah awal dan paling menentukan untuk menata masyarakat muslim yang berperadaban. Hijrah merupakan strategi besar (grand strategy) dalam membangun peradaban Islam.
Dalam konteks historis Islam, peristiwa hijrah merupakan momentum paling penting dan monumental. Hijrah telah membawa perubahan dan pembaharuan besar dalam pengembangan Islam dan masyarakatnya kepada sebuah peradaban yang maju dan berwawasan keadilan, persaudaraan, persamaan, penghargaan HAM, demokratis, inklusif, kejujuran, menjunjung supremasi hukum, yang kesemuanya dilandasi dan dibingkai dalam koridor nilai-nilai syari’ah. Seperti zaman bani umayyah dan abbasiyah yang berlangsung pada abad 11 sampai 15 Pada periode ini para cendikiawan Muslim mulai menyusun begaimana seharusnya umat Islam melaksanakan bagaimana seharusnya umat Islam melaksanakan berbagai aktivitas ekonomi. Para cendikiawan Muslim tersebut masih mengacu pada Qur'an dan Hadis, tapi tidak berhenti disitu saja, mereka mulai berani mengemukakan pendapat mereka sendiri. Pada masa kekinian marilah bagaimana kita berbenah diri untuk menyelamatkan keyakinan kita dari untuk melakukan suatu perbuatan yang baik dengan niat yang sungguh-sungguh. Seperti hijrah dari melakukan kegiatan ekonomi yang mengandung unsur kedzaliman dan kemudharatan menuju perbuatan ekonomi yang berkeadilan dan kemaslahatan serta kesejahteraan dalam bingkai sistem ekonomi Islam.
Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: